Kabut yang dulu mengaburkan pandangan itu kini membutakan. Menumpulkan penglihatan. Menghantamnya dengan kenyataan bahwa ia harus merelakan. Dan meninggalkan serpihan hatinya menjadi kenangan.
*
Wanita itu turun ke dapur dan membuka rak makanannya. Mencari-cari apa yang dibutuhkannya untuk bisa tetap terjaga dan melanjutkan persiapan bukti perkara kliennya yang naik banding esok hari. Akhirnya, ia menemukan yang dicarinya, kotak kardus kopi karamelnya, yang ternyata …. Kosong.
Wanita itu menghela nafas, sia-sia ia menempelkan memo kecil bertuliskan “Mom’s Possession” di sisi depan kardusnya. Ia yakin, kemarin malam masih tersisa satu bungkus kopi karamel di kotak ini. Siapa yang mengambilnya ?
Mbok Tati ? yang anti dengan segala jenis kafein yang katanya bisa membuat umurnya memendek ? tidak mungkin. Suaminya ? yang jelas-jelas lebih menyukai kopi hitam pekat ? tidak mungkin. Kalau bukan mereka, berarti … wanita itu membuang kotak kosong di tangannya, keluar dari dapur, melewati ruang tamu dan menaiki tangga menuju kamar anak semata wayangnya.
Ia mulai mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Mana mungkin anaknya sudah tidur sebegini awal ? ia mengetuk lebih keras, mengangkat bahu karena tidak mendapat jawaban dan akhirnya memutuskan untuk membuka kenop pintu di depannya.
Wanita itu mengerutkan kening, tidak terlihat tanda kehidupan disini. Tapi …. Ia mengedarkan pandangan dan melihat pintu menuju balkon terbuka. Ia melangkah pelan menuju balkon. Dan melihat anak lelaki semata wayangnya sedang duduk memunggunginya, serius memperhatikan ponsel, menghela nafas setelahnya lalu meletakkan ponsel itu di meja balkon yang terletak diantara tempatnya duduk dan satu bangku lainnya.
Wanita itu melihat lebih jauh. Lalu menemukan sebuah cangkir yang terletak di dekat ponsel anaknya tadi, dia tahu aroma isi cangkir itu. Kopi karamel. Wanita itu tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala, lalu menyandarkan tubuhnya pada kusen pintu balkon dan mendekap tangannya di dada sambil berkata pelan.
“Pat ?”
Patton tersentak, lalu menoleh ke belakang, terkejut mendapati siapa yang berdiri disana “Mama ?”
Mama tersenyum kecil. Membatin dalam hati apa anaknya ini sedang melewati masa transisi akil-baliq atau apa, sehingga akhir-akhir ini bertingkah seperti orang linglung.
“Sejak kapan kamu minum kopi ?” Tanya Mama, lalu mulai berjalan dan duduk di bangku satunya, yang kosong.
Patton cuma mengangkat bahu.
“Pat, jangan sampai Mama tahu kamu pakai …”
Patton menatap Mama sedikit kesal “Ya ampun, Ma .. percaya deh … aku ga lagi pakai obat atau apapun yang Mama pikirin.”
“You acting weird, lately .. You know ?” kata Mama
Patton menatap ke depan lagi. Melamun menatap langit di atasnya. Menghela nafas pelan. “Ma ..” ucapnya pelan.
“Hmm ?” Tanya Mama, yang memutuskan meneguk kopi karamel Patton yang tergeletak di meja. Ya, daripada dia tidak minum kopi itu sama sekali.
“Pernah ga .. Mama ga mendapat sesuatu yang Mama inginkan ?” Tanya Patton.
Mama mengerutkan kening “Maksudnya ?”
“Mama terlanjur sayang, bukan hanya sekedar ingin, pada sesuatu. Tapi ternyata sesuatu itu bukan buat Mama..” ujar Patton setengah melamun.
Uh-oh. Mama mulai mendapatkan maksud Patton dan muali menyadari kenapa Patton sering bertingkah aneh akhir-akhir ini. Anak lelakinya itu sedang jatuh cinta.
“Oh, jadi ini masalah cewek ? You are in love, aren’t you ?” mama tersenyum lebar.
“Maaa ..” Patton memutar bola matanya.
Mama tersenyum kecil, lalu bangkit dari duduknya, mengusap sayang kepala anak lelakinya yang sudah beranjak dewasa.
Patton menatap Mama yang sekarang sedang berdiri di depan balkon. “Ga semua yang kamu igninkan, akan kamu dapatkan, Pat. Sekalipun saat kamu sudah memiliki semua hal lain di dunia kecuali dia.”
Seekor capung terbang melintasi malam, lalu hinggap di atas balkon, tempat Mama berdiri di dekatnya.
“Kadang dia sudah sedekat ini,” Mama menjengkal jaraknya dengan capung itu “, dan kamu terlalu egois .. merasa kamu akan mendapatkannya ..” Mama mengendap pelan lalu berusaha menangkap capung itu, yang kini terbang ke langit-langit, menyadari adanya bahaya.
Mama membalikkan badannya, memandang Patton lalu mengangkat bahu “Tapi ternyata dia terbang menjauh .. terjemahan : dia memang bukan buat kamu.”
“Tapi .. ssssh ..” Mama membalikkan badannya lagi, lalu meletakkan salah satu siku tangannya di atas balkon, mengacungkan satu telunjuknya ke atas. Patton mengerutkan kening. Lalu baru menyadari apa yang terjadi, tak berapa lama capung itu hinggap di telunjuk Mama.
Mama menoleh ke belakang, berbisik pelan “Pada saat yang tepat, dia akan datang sendiri menghampirimu .. dan kamu ..” Mama menangkap capung di telunjuknya dengan tangannya yang lain. Berjalan pelan ke arah Patton lalu menyusupkan capung itu ke tangan Patton.
“.. akan mendapatkannya ..” Mama meneruskan kata-katanya, lalu mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum jahil.
Patton menatap capung yang kini meronta minta dilepaskan di tangannya, lalu menyadari Mama sudah berjalan keluar menuju pintu kamarnya.
“Ma ?”
Mama menoleh pelan “ya ?”
“Thanks.” Patton tersenyum manis.
Mama membalas senyum Patton “Anytime..”
Patton kembali memperhatikan capung di tangannya. Menyadari perumpamaan Mama, Mama mengerti. Capung itu bukan menggambarkan Shilla, tapi menggambarkan perasaannya pada Shilla. Patton kembali membuka pesan yang tadi dibacanya sebelum Mama datang.
Pat, aku sudah menemukan badai itu. Bantu aku untuk menguraikan padanya ya ? karena … dia tampaknya terhisap badai yang sama :)
Sender : Shilla :)
Patton merenung. Bukankah ini sebenarnya tujuan rencananya selama ini ? Rencana yang sudah dibuatnya, bahkan sejak pertemuan pertama mereka. Dia tidak pernah hadir untuk menjadi rival Rio, tapi untuk membantu Shilla dan teka-tekinya. Walaupun itu berarti membantu Shilla menjaring badai bersama Rio.
Patton melepaskan capung di tangannya. Membiarkannya terbang ke l;angitnya sendiri.
Aku juga sudah bisa melepaskan kamu, batinnya.
*
“Jadi ?”
Shilla memutar bola matanya dan tersenyum “Kamu tahu aku sudah memecahkan teka-teki itu ..”
Patton tersenyum, menstarter dan melajukan mobilnya melewati gerbang hitam menjulang mengerikan itu “Well, gue kan ga tahu detilnya ..”
“harus ya ?” kata Shilla sambil tersenyum.
Patton mengangkat bahu dan tersenyum “Hey, you seems in a very good mood today .. you smile as much as never before .. pengaruh kesuksesan-teka-teki-terpecahkan kah ?”
Shilla mencubit lengan Patton “Jangan gitu .. aku lagi malu ..”
“Kenapa malu ?”
Shilla tertawa kecil, pipinya bersemu merah “Soalnya tadi pagi aku ketemu dia, terus ..”
“Terus ?”
“Terus dia natap aku dan bilang selamat pagi .. hehehe ..”
Patton menggeleng-gelengkan kepala, padahal dalam hati meringis juga. Ya sudahlah … batin Patton .. yang penting dia bahagia .. Patton membiarkan Shilla berceloteh riang soal kemarin malam. Setiap kata yang diucap Shilla, mengirisnya. Ternyata, merelakan bukan berarti ia lantas terbebas dari rasa sakit hatinya.
“Dia ngobatin aku, Pat .. Rio gitu loh bisa ngobatin orang … terus dia keceplosan bilang kalo dia .. “
“Kalo dia ? lo kenapa jadi suka ngegantung kalimat gini sih ?”
Wajah Shilla bersemu lagi “Kalo dia sayang sama aku ..”
Patton mengangguk pelan. Keceplosan ya. Betapa dia berharap bisa keceplosan juga saat ini. “Terus maksud lo dengan sms kemaren malem ? lo mau gue bantu menguraikan apa ? jawaban essay ?”
Shilla menatap Patton dan melotot lucu “Gimana sih .. tukang bikin perumpamaan, ga bisa nebak perumpamaan.”
Patton cuma tersenyum.
“Dia .. dia ga minta jawaban, Pat. Tapi aku mau dia tahu perasaanku juga .. Aku ga mau menyesal suatu hari nanti, karena ga pernah bilang. ..”
Jawaban yang cukup telak untuk Patton. Seperti menyindirnya.
“Kapan ?”
Shilla mengerucutkan bibirnya “Hari ini mungkin .. pulang sekolah .. ga mungkin di rumah .. jadi mungkin di sekolah aja ..”
“Oke, nanti pulang gue ke sekolah lo lagi, as usual.”
Meskipun ‘as usual’ kali ini harus disertai sakit hati yang akan dirasakan Patton sebentar lagi.
*
Pelajaran jam terakhir hari itu adalah pelajaran kosong. Pelajaran Bu Winda sebenarnya, namun beliau tidak masuk karena sedang sakit, kata guru piket. Shilla menghela nafas, menepuk-nepuk jantungnya yang kini benar-benar tidak tahu aturan. Ia yakin, orang yang berada 5 mil jauhnya dari sini pun, pasti bisa mendengar detak jantungnya.
Tapi kenyataannya tentu saja tidak. Shilla menyadari siapa yang membuat jantungnya berdegup begitu keras. Hanya satu sebenarnya, Rio yang duduk di belakangnya. Ia harus menahan keinginannya untuk terus menoleh ke belakang dan menatap wajah Rio yang tampan itu.
Seperti biasa, kelas mulai gaduh. Ketidakhadiran guru di jam terakhir adalah bentuk berkah tak terhingga setelah seharian berhadapan dengan pelajaran eksakta macam Kimia dan Fisika. Kegaduhan itu terhenti saat tiba-tiba seseorang memasuki kelas mereka. Dagunya terangkat tinggi, wajah cantiknya tampak tak peduli dan ketukan sepatu Gosh-nya membuat segenap perhatian tertuju padanya.
Keke berjalan tegap menuju meja Rio. Membuat seisi kelas memperhatikannya. Menanti drama macam apa yang bakal terjadi. Shilla sampai memutar tubuhnya ke belakang.
Rio menghela nafas keras, memandangi Keke yang berdiri angkuh di samping mejanya.
“I’m pretty sure that we still have a date today ..” kata Keke, to the point. Menekankan kata ‘date’ tepat sasaran. Tak mengacuhkan ‘rakyat jelata’ yang sedang menonton aksinya.
Rio memandang sekilas ke arah Shilla, yang sempat tertegun lalu pura-pura memandang langit-langit dan memutar tubuhnya kembali ke depan. Rio yakin Shilla sedang berpura-pura tak acuh.
Rio menatap Keke lelah, yang hanya dibalas senyum manis oleh Keke. Keke mendekatkan bibirnya ke telinga Rio “You have promised me .. Finish it, now or never.” Keke menjauhkan tubuhnya, lalu berjalan angkuh keluar, setelah sebelumnya melempar pandangan membunuh pada Shilla.
Shilla tidak mengerti apa yang terjadi, meskipun dia memang tidak berhak mengerti. Tapi .. apakah Rio masih berhubungan dengan Keke, lalu yang kemarin .. Shilla mendengar grasa-grusu di belakangnya dan akhirnya melihat Rio berjalan melewatinya. Shilla menghela nafas panjang.
Rio sempat menoleh ke belakang sejenak, berniat memberikan senyum menenangkan pada Shilla. Tapi ternyata gadis itu sedang menunduk, entah mencari apa di lacinya. Rio mendesah pelan. Yang penting dia harus menunaikan janjinya pada si ratu mulut cabe dulu.
Shilla meraih ponselnya sambil menenangkan dirinya sendiri. Udahlah jangan negative thinking .. batinnya .. Keke kan emang suka melebih-lebihkan.
1 message received
Shil, keluar jam brp ?
Sender : Patton
Shilla mengetik balasan sambil melirik ke arah jam dinding di kelasnya. Sepuluh menit lagi bel akan berdering.
Sepuluh menit itu pun berlalu. Shilla segera membereskan alat tulisnya. Tersenyum pada Deva dan Ify yang masih belum berberes.
“Aku duluan ya ?” Tanya Shilla.
Deva mengangguk, sementara Ify sedang sibuk berbicara serius di ponselnya sehingga tidak membalas ucapan Shilla. Shilla memberi isayarat pada Deva agar menyampaikan pada Ify bahwa ia pulang terlebih dahulu.
Setelah Deva menggumamkan iya, Shilla pun mengambil langkah panjang menuju elevator. Ia memasuki elevator bersama dua gadis lain yang sibuk berbicara heboh.
“Well, that couple is totally hot. Ya, meskipun gue ga suka sama Keke .. tapi harus diakui mereka cocok .. Lo tahu ? tadi tumbenan mereka makan siang bareng .. Yah, kita tahu mereka udah deket selama ini .. tapi hari ini mereka keliatan lebih ..”
“Lebih apa ?” sahut temannya.
Si Gossip Queen melanjutkan “Lebih hidup .. lebih mesra aja gitu ..”
Ting .. elevator berhenti di lantai paling bawah. Shilla tersadar lalu berjalan agak linglung keluar. O .. ke jadi apa maksudnya dengan pembicaraan tadi ? couple mana yang dibicarakan ? Keke- Rio ? Rio ? Riiiooo ? Shilla menghela nafas tidak mengerti, menuruni undakan depan lalu tersenyum kecil sambil berjalan ke arah Patton, yang sedang bersandar di kap mobilnya.
“Hmm ?” Patton menyadari aura kecemasan itu lagi “ ada masalah ?”
Shilla tersenyum pelan “No .. I hope not ..”
Patton mengangkat sebelah alisnya “Never mind .. boleh pinjem hape ? hape gue barusan lowbatt terus sekarang mati ..”
Shilla menyerahkan ponselnya pada Patton.
“Hei, hari ini jadi .. ‘Katakan Cinta’ ?”
Shilla mengangkat bahu “mungkin ga sekarang ..”
“Kenapa …”
Pertanyaan Patton diputus pembicaraan gaduh sekelompok gadis yang melewati mereka.
“Cheerleader audition .. pasti seru banget .. mungkin bakal lebih seru dari sesi latihan biasa ..”
“Oooh .. mau liat berapa banyak yang cukup bodoh menganggap cheerleading itu gampang ?”
“Atau berapa banyak yang bakal dipermaluin sama Keke ?”
“Both .. Hahahaha .. Cheers jadi makin seru sejak Keke jadi ketuanya .. too much drama from the Queen Bee ..”
Patton tersenyum ke arah Shilla “Keke yang pernah lo ceritain itu ? yang lo usap mukanya pake lap sampah ? yuk, gue penasaran liat mukanya ..” Patton menarik tanagn Shilla menuju arah gerombolan cewek itu berjalan.
Audisi cheerleader diadakan di taman belakang sekolah. Taman belakang yang biasanya relatif sepi, kini terlihat lebih ramai dari biasa. Tim inti cheerleader tahun ini, dengan Keke sebagai ketuanya, sedang berlatih. Mengintimidasi para juniornya untuk bisa menjadi sama kerennya dengan angkatan tahun ini.
Rupanya mereka datang agak terlambat untuk pertunjukan pembuka itu, tim inti melakukan gerakan penutup yang manis dengan Keke berada di puncak Piramid. Tampak tetap cantik walau keringat membasahi wajahnya. Shilla harus mengakui, selain bakat sombong dan menyindirnya yang luar biasa, Keke memiliki bakat cheerleading yang tak terkalahkan. Di dukung percaya dirinya yang tinggi. Kalau Shilla ? ia mungkin lebih memilih memanjat Monas, daripada menggerak-gerakkan tubuhnya di depan orang banyak.
Shilla tiba-tiba tersadar. Kalau gossip itu benar berarti sekarang disini juga ada .. Rio. Shilla melihat lelaki itu berdiri tidak jauh di depannya. Sedikit tampak terganggu, tapi tersenyum saat Keke menghampirinya setelah Keke meneriakkan “break bentar ..” pada timnya .. tunggu .. Rio tersenyum ? pada Keke ?
Pandangan Shilla kini tertumbuk pada dua sosok itu. Hatinya bertalu-talu dan perutnya dicekam kepakan kupu-kupu yang membuatnya mual. Menanti epik apa yang akan terjadi setelah ini. Dan apa akibatnya pada perasaannya. Ia meramalkan sesuatu yang kurang baik. Apa ‘pertunjukan’ yang dilihatnya setelah ini akan membuatnya meragukan kebenaran pernyataan Rio semalam ?
Kini, Rio berjalan mendekati Keke, mengambil handuk kecil di bangku besi dekat situ. Lalu, perlahan, mengusap peluh di wajah Keke. Mula-mula dahinya, lalu kedua pipinya.
Shilla tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Apa yang sedang diperbuat Rio sebenarnya. Patton pun ikut tergugu, tidak tahu harus melakukan apa, menyelamatkan Shilla dari sini atau apa.
Sementara, Shilla mematung melihat betapa .. betapa lembutnya Rio melakukan itu pada Keke. Seperti saat mengobati kakinya semalam.
“Ke ..” Rio berkata pelan “kenapa harus disini ?”
Keke tersenyum manis, semanis White Witch saat meracuni Edmund Pevensie dengan Turkish Delight-nya. “Karena kita harus meyakinkan, yo .. jangan melankolis begitu .. kenapa ? apa karena ada gadis-mu disini ?”
Rio menatap nyalang Keke “Maksudnya ?” Rio mengedarkan mata sejenak dan mendapati Shilla sedang menatapnya tak percaya. Ada kegalauan yang sarat disana, membuat Rio ingin berlari menenangkannya. Rio juga menyadari ada Patton di belakang gadis itu.
Keke menepuk pipi Rio pelan “Senyum, yo .. bukan begitu cara memperlakukan pacarmu ini ..”
“Ke, please ..” Rio menatap Keke dengan pandangan memohon “gue udah akting jadi pacar lo seharian ini ..”
Keke pura-pura berpikir keras, lalu menggeleng “Belum .. kamu belum total akting jadi pacarku .. dan aku ga suka sesuatu yang ga total ..” Keke menepuk pipi Rio lagi “lakukan lebih baik ..”
Rio mencuri pandang ke arah Shilla, cemas akan apa yang dipikirkan gadis itu sekarang. “Terus mau lo apa ?”
Keke berbisik ke telinga Rio “Say that three magic word and treat me as your girl ..”
“Ke ..” Rio bertekad menjelaskan pada Shilla setelah ini.
“No compromise .. kamu udah janji, oke ? aku cuma minta satu hari jadi pacar kamu, SATU hari .. dan Aku ga bakal ganggu kamu lagi .. kamu kan yang minta aku ngejauh kemarin malem ..” Keke menuding dada Rio namun tetap tersenyum manis.
Shilla tidak mendengar perdebatan Rio dan Keke. Ia tidak berada cukup dekat untuk bisa mendengar. Yang jelas dimatanya, mereka berdua sedang berbincang entah apa. Dan Shilla tak pernah melihat senyum Keke semanis itu.
Shilla sedang menunggu bom itu disulut, sehingga ia tidak sadar bahwa ia berjalan lebih dekat ke arah Rio dan Keke.
Rio menatap Keke “ I …” Oh Tuhan, Rio benar benar muak diperlakukan seperti ini dan dia ingin mengakhiri semua secepatnya.
Keke mengangkat alis dan tersenyum “Rio Rio … tatap mataku dan beraktinglah dengan baik .. atau perjanjian kita ba ..”
Rio menaruh telunjuknya di bibir Keke, lalu memandang mata Keke, berusaha membayangkan kedua mata Shilla, dan menamatkan episode kisah memuakkan hati itu “I love you ..” katanya lembut.
Kedua mata Shilla mebelalak dan bom itu meledak. Kepakan kupu-kupu di perutnya menggila. Shilla mungkin tidak mengerti apa yang terjadi, tapi dia tahu arti tiga kata yang diucapkan Rio barusan. Semudah itukah Rio mengatakan cinta ? semudah itu ?
Shilla berusaha melakukan penyangkalan dari apa yang didengarnya, namun ternyata penyangkalan itu meracuni organnya dari dalam. Shilla menatap Rio tidak percaya. Sekarang hatinya jatuh berserak. Namun, perasaan Shilla yang sudah terlalu dalam pada lelaki itu membuatnya tidak bisa mengeluarkan sumpah serapah, bahkan dalam hatinya. Ia terlalu menyayangi Rio.
Patton menepuk pundak Shilla cemas. Ia juga bisa membaca gumaman Rio tadi. Si brengsek Rio, kalau ia menyebutnya sekarang.
Shilla menoleh ke arah Patton, berusaha keras agar air matanya tidak merebak “A .. aku pulang duluan ..” katanya linglung lalu berjalan terseok-seok.
Patton membuang pandangannya ke arah Rio. Lalu baru menyadari ponsel Shilla masih ada di tangannya.
Rio melepaskan telunjuknya dari bibir Keke, mendesah “Are you happy now ?” Rio mendengus lalu berjalan menuju semak-semak menjauhi Keke yang masih mematung.
Drrt .. Drrrt .. Ponsel Rio berdering menandakan ada pesan masuk
Tetap di tempat lo berada sekarang. - P.
Sender : Shilla
Rio menoleh ke kanan dan ke kiri. Siapa P ? pikirnya. Suara semak-semak lalu menghadirkan sosok yang selama ini selalu ia anggap rivalnya. Patton. Lelaki itu sedang memegang ponsel Shilla. Patton menatapnya dengan ketenangan semu, yang siap meledak kapan saja.
“Serahin dia ke gue.” Kata Patton.
“Emang gue lagi nyulik orang ya ?” tanya Rio. Kini dia dan Patton berjalan berputar, mengelilingi lingkaran tak kasatamata, dengan jarak sempurna yang sama, terlalu berbahaya utnuk dirubah.
Patton tertawa sinis “Ga usah pura-pura bego.”
Rio mendesah pelan, menghentikan langkah berputar ala film-film actionnya tadi “Oke .. ini semua ga seperti yang Shilla atau lo liat ..”
“Oh .. ya ?”
Rio mengangkat bahu “Buat apa juga lo minta gue nyerahin dia ? dia belum dan mungkin ga akan pernah jadi milik gue ? she’s totally crush on you, anyway ..”
Patton berdecak “Lo ga tahu apa yang baru aja bakal lo dapetin kalo lo ga brengsek kayak tadi .. Dia mau ngasih lo jawaban, yang ga lo minta ..” Patton berjalan mundur, tersenyum sarkatis pada Rio.
“Tunggu …” ucap Rio
*
Shilla berjalan tersaruk-saruk seperti zombie. Buta arah. Entah dia sedang berjalan kemana, yang jelas belum begitu jauh dari sekolahnya. Ia tidak percaya. Rio ternyata ….. Shilla memejamkan matanya, berusaha menyangkal sakit di dadanya. Puzzle yang sudah terpasang semua itu kini hancur. Bukan hanya satu keping. Semua keping puzzle itu terserak berantakan dan ia harus menatanya lagi, suatu hari nanti.
Tiiin .. tiin .. Shilla mendesah, menepikan dirinya ke trotoar agar mobil berisik itu bisa lewat.
Tiiin .. tiiin .. Shilla mendengus lalu menoleh ke samping, melihat Volvo hitam yang ternyata sumber suara brisik itu. Kepala Patton muncul dari jendela mobil “Shil ..”
Shilla membuang muka dan berjalan lagi. Patton turun dari mobilnya lalu mengejar Shilla. Ia meletakkan lkedua tangannya di pundak gadis itu dan membalikkan badannya.
“A.. aku cuma ..” Shilla mencoba merangkai kata. Patton berkata “ssshh .. sssh ..”
Shilla akhirnya membiarkan air matanya berbicara. Patton tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan tangis Shilla pecah dalam dekapannya.
*
“Kenapa kamu ngajak aku kesini lagi ?” Tanya Shilla.
Patton hanya diam, menatap Shilla sebentar, mengangkat bahu lalu mulai meneruskan pekerjaannya yang kurang penting, melepari laut dengan kerikil. Mereka sedang berada di Muara Baru lagi. Patton mengajak Shilla duduk kesini, setelah air mata Shilla dinilainya sudah cukup banyak untuk memberi minum orang sekampung.
“Pat ..”
Patton menghela nafas, memberikan sekaleng Green tea dingin pada Shilla “Minum itu ..”
Shilla mengambil kaleng itu dan mengernyitkan dahi “Pat .”
“Minum ..” kata Patton final.
Shilla membuka penutup kaleng dan menyesap Green tea di dalamnya. Sejuk rasanya, minum sehabis menangis.
“Green tea bagus buat lo .. ada antioksidannya .. mungkin otak lo lagi kebanyakan karbondioksida atau apa ..” racau Patton
Shilla tersenyum “Thanks, Pat ..”
Patton tersenyum akhirnya, mengusap kepala Shilla “Anytime .. mau sharing sama gue ? gue ga keberatan ada adegan air mata ronde kedua ..”
Shilla tersenyum lagi “Engga lah .. aku ga mau nangis lagi .. cape .. Cuma aku ga nyangka aja, Rio kayak gitu ..”
“Don’t judge a book by it’s cover .. Don’t until you know it’s content ..” kata Patton “Kita ga tahu apa yang dilakuin Rio sebenernya tadi ..”
Shilla mengerutkan kening ke arah Patton “Kamu ngebela Rio ?” yang dijawab Patton dengan mengangkat bahu.
Shilla tertawa kecil “ Padahal dulu kamu bilang mau ngutuk dia ..” Shilla membuang pandangannya ke arah laut “Ombak itu akhirnya memukul karang lagi kan ? Meninggalkan lubang erosi lain disana ..”
“Shil ..”
Shilla meluncurkan pandangan memohon “Please, jangan ngebela Rio ..”
Patton mengacuhkan ucapan Shilla “Mungkin ombak itu kelihatan jahat ya sama karang ? Membuat karang berlubang, rapuh .. Tapi, apa yang baru gue pelajari .. “ Patton menuding seekor ketam, kepiting kecil yang sedang berjalan miring memasuki lubang di salah satu batu karang di dekat mereka.
“Ombak membuat tempat tinggal buat kepiting-kepiting kecil ini berlindung. Ombak membuat karang bermanfaat. Ga cuma diam manis ga berguna kayak sekedar batu. Mereka saling membutuhkan, tahu ? Karang membuat ombak tidak melewati batas saat ombak berlari ke tepi pantai ..”
“Pikirin itu, Shil ..” Patton bangkit dari duduknya “Gue pergi bentar, kalo lo udah mikir baik-baik dan siap pulang, telepon gue ..” Patton menyerahkan ponsel Shilla pada pemilik aslinya.
Shilla mengambil ponselnya, memandang Patton yang kini berjalan menuju mobilnya. “Oh ya ..” kata Patton “kadang disini ada pengamen .. siapin uang receh, hati-hati ..” Patton memberikan senyum terakhir pada Shilla.
Shilla membalas senyum sekenanya. Lalu kembali menatap ke arah laut. Kenapa harus selalu laut yang menjadi saksi bisu kegalauannya ?
Muara Baru begitu sepi. Membantu Shilla mendengar sesuatu lebih jelas. Suara hatinya. Shilla mulai menyelami hatinya. Siapa yang saat ini memenuhi pikirannya ? Rio. Siapa yang saat ini menempati hatinya ? Rio. Ternyata, sesakit apapun hatinya hari ini. Sosok itu masih bertahan disana, dan Shilla sesungguhnya tetap ingin memiliki Rio disini.
Pikirannya terpecah suara gonjreng gitar dan suara serak-serak basah dari belakangnya. Shilla tidak perlu menoleh untuk tahu itu pengamen.
Cantik … ingin rasa hati berbisik ..
Untuk melepas keresahan diriku ..
Ooh Cantik, bukan kuingin mengganggumu ..
Tapi apa arti merindu selalu ..
Walau mentari terbit di utara ..
Hatiku hanya untukmu ..
Lagu Cantik dari Kahitna yang dibawakan secara ballad-akustik. Shilla menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Oke, suara pengamen itu tidak jelek. Bagus, malah. Tapi apa harus sekarang ? saat ia sedang sibuk memastikan isi hatinya. Shilla merogoh kantongnya, mencoba mencari uang receh.
Ada hati yang termanis dan untuk cinta ..
Tentu saja kan kubalas seisi jiwa ..
Tiada lagi, tiada lagi yang ganggu kita ..
Shilla sedang merogoh ranselnya saat mendengar penutup reff ini.
Ini kesungguhan, sungguh aku sayang Shilla.
Shilla menoleh ke belakang, melihat siapa yang bernyanyi. Sesosok tubuh tinggi yang masih dibalut seragam SEASON HIGH. Rio ? Shilla membuang muka ke depan. Ternganga.
Ingin ku berjalan susuri cinta ..
Cinta yang abadi untukmu selamanya … oooh ..
Ada hati yang termanis dan utnuk cinta ..
Tentu saja kan kubalas seisi jiwa ..
Tiada lagi, tiada lagi yang ganggu kita ..
Ini kesungguhan, sungguh aku sayang Shilla
Gonjrengan gitar itu berhenti.
“Ngapain kamu disini ?” Shilla menoleh ke belakang lagi.
Rio tersenyum miring, menggonjreng gitarnya “Ngamen ..”
Shilla memutar bola matanya, lalu bangkit dan berjalan mendekati Rio, yang sedang menyusun kata-kata.
“Shil, gue .. gue tahu tadi mungkin gue bikin lo sakit hati .. tapi, gue sayang sama elo .. sumpah gue sayang nya sama elo .. Ah, gue ga bisa ngerangkai kata-kata bagus nih ..”
Shilla mendengus “Darimana kamu tahu aku disini ? Oh .. Patton ya ? Sejak kapan kalian berkomplot ?”
“Shil” Rio meletakkan matanya di mata Shilla “Sorry soal yang tadi .. tapi kalo lo emang udah ilfeel sama gue ..”
Shilla membalas pandangan Rio tanpa reaksi apa-apa “Ilfeel ? emang sejak kapan aku ada feeling buat kamu ?”
“Lo tahu .. gue ga akan pernah maksa lo ngejawab ..” Rio mengangkat bahu, membalikkan badannya dan berjalan menjauhi Shilla.
Mungkin si kucrut Patton itu mengerjainya. Rio menghela nafas. Yah, kalau memang takdirnya bukan bersama Shilla, dia mau berbuat apa. Yang jelas, Rio tidak akan mudah melupakan Shila. Mungkin dia bisa mencoba mengurung diri di ruang bawah tanah dan membiarkan tikus-tikus menggerogoti ….
Shilla berlari kecil menyusul Rio,lalu menyusupkan jemarinya ke jemari Rio yang tidak memegang gitar. Ia menyentak tubuh Rio hingga mereka berdua berpandangan.
Shilla meletakkan matanya pada mata Rio “Kamu beneran ga mau tahu jawabanku ?” tanya Shilla sambil tersenyum.
Rio tersenyum “Sumpah, Shil .. yang tadi gue sama Keke ..”
“Sssssh ..” Shilla tersenyum lagi, menguatkan genggamannya “Aku tahu dan aku percaya sama kamu ..”
Rio melepaskan jemarinya lalu memeluk Shilla erat-erat, tidak berniat melepaskannya. Ia memberikan jempol utnuk Patton yang sedang memperhatikan dari mobilnya di ujung sana. Rio memejamkan mata, menikmati saat itu dan mengecup puncak kepala Shilla, yang kini resmi menjadi gadisnya.
Patton tersenyum melihat pemandangan di depannya, tak berapa lama ia menunduk dan menghela nafas. Lamat-lamat mendengar lagu dari radionya.
Ku bertanya adakah aku yg ada di hatimu
Tak mengapa jikalau aku tak pasti di benakmu
Aku tak tahu mengapa dirimu
Yang datang saat aku merasa
Meskipun aku tak mungkin miliki
Namun ku akui, kau ubah hariku
Ada getar saat ku menatapmu ada di sana
Ku yakini mata hatiku tak akan pernah salah
Aku tak tahu mengapa dirimu
Yang datang saat aku merasa
Meskipun aku tak mungkin miliki
Namun ku akui, kau ubah hariku
Aku bertanya dan tanya kepada diri
Salahkah hatiku yg mengharapkan cintamu
Drrt .. Drrt .. Ponsel Patton berdering ..
1 message received
Terima kasih untuk segalanya .. :’)
Sender : Shilla
Patton melajukan mobilnya ke dalam keheningan petang. Sayup-sayup mendengar lagu itu memudar.
Meskipun aku tak mungkin miliki
Namun ku akui, kau ubah hariku
Dan meninggalkan serpihan hatinya menjadi kenangan.
*
Rio menatap Shilla yang tertidur di jok sebelahnya, mengusap pipinya lalu memperhatikan kalender di depannya. Sebentar lagi … Mungkin ia harus secepatnya berguru pada Chef Dave ..
Jakarta, 24-09-10, 22.12
Thanks for reading :) please leave me a comment about this story in this site or on my twitter : @janicenathania or on my facebook : Janice Nathania Lienardi .. thanks a lot ;)
Next Part >>
[130709] The upcoming parts (16-35) are taken down until tentative time. Cheers !
keren , lanjut nya kapan ? cepet ya hehe
ReplyDeleteguess what? aku suka sama karakternya Keke disini :D.
ReplyDeleteWondering what will happen to Patton...
PS: suka deh sama perumpamaan "badai" dan "capung" :)
tamat kah??
ReplyDeletekok udah mirip kayak happy ending ini... hihihi
masih berlanjutkah??
di tunggu kalau masih berlanjut hihi
Overall : great.
Kerend sgad kk...
ReplyDeleteDi tunggu Part 16nya...
Hua pnantian pnjngQ, agar Shilla-Rio jdian udah terjawab...
Seneng bgd... ^_^
udah tamat kah cerita ini? trus ayi gimana dong? gadis masa kecilnya rio? Truuusss, shilla kan belum ketemu sm org yang jadi tujuan awalnya dtg ke jakarta. Yaa pasti masih lanjut kan??? Jangan lama2 yaa, kan lagi libur tuhh...hhehee
ReplyDeleteselalu seneng kalo baca ceritanya Janice :)
ReplyDeleteTetep lanjut ya jan... Masih tetep penasaran sama ayi :P
keren banget kaa :D
ReplyDeletelanjut yaaa kaa
Pelissss ka Janice kalau ada lanjutannya mention aku yaaaah. Kalau novel kaka terbit aku pasti jadi pembaca setia deeeeh :D Keep Fighting!
ReplyDeletelanjut!
ReplyDeleteyang cepet kak...
:D :D
keren kak...
ReplyDeletekata katanya menyentuh banget...
aku tunggu part 16 y :)
I like it so much :)
Thankyou semua yang udah leave comment disini :)
ReplyDeleteit means a lot hehehehe
Masih lanjut dong .. masih banyak yang belum terungkap, bukan ? hehe
iyaaa... Yang terungkap baru isi hati Rio dan Shill aja..
ReplyDeleteUuuhh kasian Patton nih.. Patton nya sama Keke aja deh hihihihi :)
lanjutttt ya Janice.. Jangan lama - lama... Hhe :)
ReplyDeleteLove it! Aku rasanya diacak-acak pas baca part ini. Kadang ketawa, kadang sedih... Lengkap.
ReplyDeleteLanjut yang cepet ya kak...
Aku tungguin deh pokoknya!
Masih pengen tau nasibnya Rio, Shilla, Patton, Ayi, Keke dkk...
waaah ,,, waahh
ReplyDeletekakak maap aku baru baca :D
kata2 hhuh makin kereeeen (thumb)
ayooo part 16 nya :))
maaf ya ka baru baca..
ReplyDeleteentah kenapa saya sangat bahkan terlalu suka sama cerbung kaka, content cerita kaka itu loh, keren, kaka.. pengen baca novel kaka ah..
Luar biasa!! cuma dua kata itu yang terlintas waktu baca part ini.
ReplyDeleteJanice, gw dapet rekomendasi blog kamu dari temen. Gw baca cerpen2 dan celotehan lo dulu sebelum baca love command. Biasanya, kalo gw baca fanfic anak2 IC, karakter mereka selalu kedistract sama image si nama itu sendiri dimata gw. Tapi, berbeda dengan love commandmu. It's different. Karakternya kuat, bahasa dan gaya penuturan kamu rapi tapi luwes. Love it!
Udah sangat tertarik sejak awal2 part, tapi, ga bisa ga ninggalin komen di part ini. Juara!!! Ada dua hal yang bikin gw suka banget: soundtrack. Sumpah, gw ga nyangka generasi seangkatan Janice bisa memilih lagu Kahitna sebagai lagu fantasi cowo pujaan nembak si karakter utama *mengingat umur gw, baru wajar, hehehe*. Dan yang kedua, tentu yang membawakan soundtrack itu sendiri, Rio! omaygat, gw bayar berapapun untuk bs dapetin moment ky gitu *pedophil kambuh*
Well done Janice!. Mau lanjut baca part berikutnya. Gw fans baru lo!! hehehe.
sumpah kak, ini cerita keren banget..:D
ReplyDeleteseru banget ceritanya, dan sangat-sangat sayang kalo nggak dibaca.. pokoknya keren banget lah..:)