Friday, August 13, 2010

Love Command (Part 1)

cerbung yang pernah gue sebut di post2 sebelumnya .. gue kloning ke blog ini ya .. haha .. enjoy reading :)

*

Prolog ..


21.45 WIB, Desa Apit, Jawa Barat


Malam ini dingin. Hujan, air mata alam itu, baru saja menunaikan tugasnya membasahi bumi. Sudah berlalu. Tapi tidak air mata seorang gadis yang kini sedang duduk terdiam di bangku lipat di sebuah rumah kontrakan
kecil di desa itu.

Para tetangga baru saja, satu persatu, kembali ke rumahnya masing masing, setelah mengucapkan rasa belasungkawa mereka. Menyisakan gadis itu, bersama peti mati Bunda nya dan sederetan kursi
lipat berwarna merah yang kini kosong.

“neng ..” Pak RT menyapa Shilla –gadis itu-.

Shilla mengangkat wajahnya. Matanya sembap, bengkak sebesar bola pingpong.

Pak RT menghela nafas, prihatindengan kejadian miris yang menimpa gadis manis di hadapannya “Bapak pulang dulu ya .. besok kursi kursinya baru di beresin sama bapak2 yang lain”

Shilla mengangguk pelan, lalu menggumamkan “terima kasih, Pak ..”

Pak RT menepuk pelan bahu gadis itu.

Sepeninggal Pak RT, seorang Ibu bertubuh agak tambun dan berwajah juga sembap menghampiri Shilla dan duduk di sebelahnya.

“Shilla .. mau Ibu temani disini ?” tanya Bu Ira pelan.

Shilla menggeleng

“kenapa ?” tanya Bu Ira

Shilla tersenyum lemah “ga apa apa, Bu .. di rumah Ibu ga ada yang jagain Ozy kan ?” Shilla menyebut nama anak Bu Ira yang baru berumur 6 tahun.

Bu Ira mengusap air mata yang hampir jatuh dari pelupuknya. Kenapa cobaan seberat ini yang harus dihadapi oleh gadis berusia 16 tahun di hadapannya ?

“Bu ..” Shilla memanggil tetangga terdekatnya itu, tetangga yang kerap membantu almarhumah Bunda nya membuat adonan kue bolu, yang dijual Bunda nya ke pasar dan warung warung kecil dekat situ.

“kenapa ?” Bu Ira mengelus kepala Shilla, yang sudah dianggapnya sbg anaknya sendiri.

Shilla menghela nafas pelan “Shilla mau ninggalin Desa Apit ..”

“kenapa ?”

“wasiat terakhir Bunda, Bu .. Bunda hanya ninggalin sedikit uang untuk Shilla .. ga cukup buat ngontrak sebulan lagi .. Bunda mau Shilla nemuin temennya waktu SMA dulu ..”

“kemana ?” tanya Bu Ira

“Jakarta ..”

Bu Ira menggeleng keras “jangan kesana kalo kamu ga tau apa apa, Shilla .. Shilla tinggal sama Ibu aja ya ? sama Ozy ?”

Shilla tahu hidup Bu Ira tidak lebih baik dari dirinya. Bu Ira hanya seorang penjaga warung. Penjaga bukan pemilik. warung jagaannya pun harus ditujunya dalam 15 menit perjalanan. Dan juga ia single parent, seperti
Ibu nya.

Shilla mengusap pelan air matanya “itu wasiat terakhir Bunda, Bu .. aku ga bi ..” Shilla tidak bisa lagi menahan tangis yang meluncur deras dari matanya. Bu Ira memluk dan mengusap punggung Shilla perlahan.

Shilla mengusap air matanya

“Ibu pulang aja ..” kata Shilla “nanti kalau Ozy bangun ga ada Ibu, tangisannya bisa bangunin seisi kampung ..” Shilla tersenyum pelan.

Bu Ira memeluk Shilla sekali lagi. Dengan berat hati, ia meninggalkan Shilla “pokoknya kalau ada apa apa, ke rumah Ibu aja ya ..”

Shilla mengangguk pelan.

Kini ia sendiri. Kosong. Dan sepi …

Shilla merogoh saku kemeja hitamnya. Sebuah amplop kecil tergeletak di tangannya sekarang. Ia mengambil sebuah lertas putih yang terlipat. Wasiat Bunda.


"Shilla sayang,

Bunda tahu umur Bunda udah ga lama lagi .. Bunda semakin lemah karena flu tulang yang Bunda derita .. kenapa Bunda memutuskan tidak memberi tahu kamu ? karena Bunda ga mau merusak keceriaan di mata kamu .. Bunda
ga mau merubah bengalnya kamu karena kuatir akan kondisi Bunda .. setelah Bunda
pergi nanti, ambilah sedikit tabungan Bunda yang ada di bawah tumpukan daster
di lemari .. pergilah ke alamat yang tertulis di carikan kertas lain yang ada
di amplop ini .. temui Ibu Romi. Teman SMA Bunda .. dia akn membantu kamu .. Sayangku selalu, Bunda .."


Shilla melipat kertas itu , lalu mengambil secarik kertas tua lain di dalam amplop. Sebuah alamat tertulis disana. Jakarta .. tempat yang hanya di lihatnya di dalam televisi .. Shilla memasukan
kedua kertas itu ke dalam amplop , menaruhnya di sakunya lagi.

Ia hanya akan menemui Ibu Romi untuk mengabarkan bahwa Bunda nya meninggal. Dia tidak akan datang untuk memnita pertolongan. Tidak untuk mengemis.

Kini, ia merogoh saku celananya. Kini di tangannya ada sebuah bros perak mungil bermodel abstrak dengan ukiran huruf ‘H’ di tengahnya. Shilla menggenggam bros itu kuat kuat “Ayi .. dimanapun kamu berada sekarang ..
bantu aku ..”

Ayi, cinta pertama Shilla.


******

10 tahun yang lalu ..


Suara tangisan anak perempuan itu memecah keheningan syahdu yang tercipta sejak tadi garis cakrawala menepikan semburat jingga petang ke dalam kepekatan malam.

“shilla ga mau ditinggal .. huhuhuhu .. shilla ga mau digondol setan .. huhuhuhu ..” anak itu berjalan sambil mengusap usap matanya.

Digondol setan ? apa pula ? jawabannya adalah kebiasaan orang Indonesia. Takhayul. Entah apa yang dikatakan orang tua anak ini, supaya anaknya tidak
pulang selepas petang.

Karena berjalan tidak fokus, kaki kecil Shilla terantuk batu. Ia terjatuh dengan posisi tangan menopang kedua tubuhnya. “huweeeeeeee ..” Shilla lalu duduk, menatapi kedua tangn mungilnya yang kini perih karena
tergores kerikil.

Semua ini terjadi karena Shilla sedang kesal sama Bunda yang lagi sibuk sendiri. Bunda mau menyambut temannya yang akan datang jauh dari Jakarta.
Mereka akan singgah hanya sebentar, maka Bunda mau membuat jamuan sebaik
baiknya. Kata Bunda, Shilla tidak boleh mengganggunya hari ini, tidak boleh
juga menggondoli kaki Bunda terus menerus. Rese juga orang orang Jakarta itu .. Dimana
pula Jakarta ?
mana Shilla peduli.

Karena itu, Shilla langsung menyanggupi ajakan tetangga2 nya, Daud dkk. Untuk ikut mengambil mangga di kebun Mang Echa yang galak itu. Sejak seminggu lalu, kebun Mang Echa panen besar, kini Mang Echa sedang ke kota menjual mangganya.
Kata Daud, masih ada beberapa keranjang besar mangga di kebun Mang Echa.

Wah, kalau Mang Echa tidak sedang pergi, mana berani mereka kesana. Mang Echa itu lebih galak dari herder. Boro boro minta mangga, berjalan masuk melewati garis batas kebunnya sedikiiiiiit saja, langsung
dipelototi.

Kebun Mang Echa agak jauh dari rumah anak anak nakal itu, melewati hutan bambu kecil yang katanya angker itu pula. Tak masalah, Shilla cukup sering melewati kebun Mang Echa saat pergi dan pulang sekolah.

Gawatnya, Mang Echa pulang lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Daud dan teman teman lelakinya langsung melesat pergi saat mendengar deheman Mang Echa. Sementara Shilla yang sedang mengantongi beberapa
buah mangga tertinggal di belakang.

Boleh saja, Shilla sering melewati jalan itu. Tapi tidak dalam keadaan gelap seperti ini. Shilla tahu rumahnya tidak berapa jauh lagi. Tapi dia letih sekaliiii. Huh, lihat saja si Daud besok di sekolah !

Shilla masih menangis karena lecet yang dideritanya. Suara sesengukan Shilla menarik perhatian seorang anak laki laki kecil tampan yang berpakaian bagus. Ia mengenakan kemeja cubitus dan celana jeans model terbaru,
seperti di televisi.

Shilla menghentikan sejenak tangisnya. Anak Kota pasti. Ada apa ia disini ?

Anak laki laki itu mendekati Shilla, lalu berjongkok di hadapan Shilla.

“kamu kenapa nangis ?” tanyanya sambil tersenyum manis.

Shilla sesengukan lagi.

Plok plok .. anak lelaki itu menepuk lalu mengusap kepala Shilla, Shilla mengangkat kepalnya sambil mengusap air matanya.

“kata mamaku .. manusia nangis karena sedih .. kamu lagi sedih ? umm ..”

Anak lelaki itu terdiam sejenak lalu menyenandungkan sebuah lagu bernada riang .. dum dum dum du du na na na ..

Shilla terdiam menatapi anak lelaki itu. Lagunya bagus. Shilla belum pernah mendengarnya.

“udah ga sedih kan ? “ tanyanya lucu. Shilla mengangguk sambil menahan sesengukannya.

Anak lelaki itu merogoh sakunya, lalu menarik tangan Shilla dan meletakkan seboah bros perak mungil yang cantik di tangan Shilla.

“apa ?” tanya Shilla bingung

“itu buat kamu .. supaya kamu ga sedih lagi ..” katanya, tiba tiba denagn mimik lucu ia melihat ke arah jam tangan superman – nya.

“aku harus pulang .. ditunggu mama .. dadaaaaa “ katanya lalu berlari kecil.

Tiba tiba Shilla berteriak “nama kamu siapa ?”

Anak lelaki itu berpaling sebentar “Ayi !”

Shilla terperangah melihat anak lelaki itu menjauh, lalu teringat dan berteriak “namaku Shilla !”

Shilla menatap bros di tangannya. Dia tidak tahu bentuk apa itu. Abstrak. Tapi dia bisa menemukan huruf ‘H’ di tengah bentuk bentuk aneh itu. Dia mungkin, tidak akan pernah melupakan Ayi dan senandungnya yang ajaib itu.


Shilla mengusap matanya sekali lagi lalu bangun, berjalan pelan ke
rumah, siap menerima kemarahan Bunda.


*****


Shilla sudah selesai membereskan baju terakhirnya. Lalu keluar rumah dan menutup pintu. Tidak perlu dikunci. Karena sebentar lagi pemiliknya akan datang. Shilla menghela nafas. Rumah kecil yang sudah di
tinggalinya selma
16 tahun ini akan ditinggalkannya.

Tiba tiba seorang gadis manis datang “Shillaaaaa ..”

Sivia, sobat kental Shilla datang dan langsung memeluk Shilla.

Shilla mengusap punggung sahabatnya yang kini sesengukan. Pemakaman Bunda nya sudah dilaksanakan sejak 2 hari yang lalu.

Kedua sahabat ini pun duduk di teras.

“kamu bener mau pergi ke Jakarta, Shil ?” tanya Sivia

Shilla mengangguk.

“terus kita kapan ketemu lagi ?”

Shilla tersenyum lemah lalu mengangkat bahu.

Sivia menunduk. Shilla menggenggam tanga Sivia.

“aku kan masih bisa telefon kamu ..”

Sivia mengangguk “ohya aku udah punya ponsel .. kamu tulis ya nomornya ..”

Shilla mengambil sebuah carikan kertas dari notes kecilnya dan menulis nomor ponsel Sivia. Sivia memang agak lebih beruntung dari dirinya, ia anak juragan sapi dan kambing di situ. Rumahnya merupakan salah satu rumah
yang paling besar di Desa Apit.

Sivia melirik tangan Shilla yang terkepal. Bros itu. Yang selalu dibawa Shilla kemana mana sejak umurnya 6 tahun.

“kamu masih simpen bros itu ?” tanya Sivia

Shilla mengangguk cerah “ini kekuatan aku, Vi ..”

Sivia menggeleng geleng “segitunya kamu .. sampai kapan kamu mau berharap ketemu Ayi ?”

Shilla tersenyum “ya sampe aku ketemu dong .. aku yakin bisa nemuin dia, vi .. ada keyakinan itu di dalem sini ..” Shilla menunjuk dadanya. Hatinya.

Sivia melengos pelan.

Shilla melirik ke jam tangan plastiknya “Via, aku harus pergi sekarang .. kereta nya berangkat sebentar lagi ..”

Sivia kembali menangis dan memeluk Shilla.

Tak lama, Bu Ira dan Ozy datang. Ozy berlari lari kecil, penasaran dengan tas besar yang dibawa Shilla.

“kak Shilla mau kemana ?” tanya Ozy lucu

“kakak mau pergi, Ozy ..”

“kemana ?” tanya Ozy polos

Shilla hanya tersenyum “jauh, zy ..”

“Ozy ga boleh ikut ?” tanya Ozy

Shilla menggeleng pelan “tempat di kereta cuma cukup buat satu orang, Ozy .. Ozy disini aja jagain Ibu ya .. buat Ka Shilla ?”

Ozy mengangguk, sikapnya layak komandan yang diberi perintah oleh jenderal besar.

Bu Ira memeluk Shilla untuk terakhir kalinya

“kalau Jakarta jahat sama kamu, jangan segan kembali kesini ..”

Sivia ikut mengangguk.

Mereka pun melepas kepergian Shilla.


*****


15.00 WIB, Perumahan Airlangga, Jakarta


Shilla mengelap peluh yang membasahi dahinya. Fiuuhhh .. untung saja banyak orang baik yang ditemuinya sejak tadi di stasiun hingga sekarang ia bisa sampai di depan gerbang perumahan ini.

Sebuah palang besar di depan pos satpam tertutup. Shilla baru saja mau masuk ke dalam dengan menunduk dan berniat masuk dari bawah palang, saat hardikan keras terdengar.

“heh ! ngapain kamu ? mau masuk ? mau apa ? mau cari kerja ?! jangan disini !” kata seorang satpam yang baru keluar dari pos nya.

Shilla mengerutkan dahinya. Sekampung itu kah penampilannya ? Shilla memang kesini memakai sebuah baju terusan bunga bunga coklat, baju terbagus yang dimiliki almarhumah Bunda nya. Tapi, paling tidak
rambutnya tidak dikucir dua atau dikepang, seperti gambaran gadis desa di
televisi.

“saya ..” jawab Shilla takut takut “mencari alamat ini ..” Shilla menyerahkan carikan kertas itu pada si satpam galak.

Satpam itu meneliti kertas yang diberikan Shilla “kamu kenal siapa pemilik rumah ini ?”

“Ibu Romi ..” jawab Shilla seadanya.

Satpam itu mengerutkan kening, lalu mengangkat bahu “sana masuk .. jangan macem macem kamu ya ..”

Shilla mengangguk lalu mengucapkan terima kasih pelan

“waw ..” Shilla terperangah menatap rumah2 di hadapannya yang begitu besar. Mana ada di desanya rumah sebesar ini. Rumah Sivia yang merupakan salah satu rumah paling besar di kampungnya saja mungkin hanya sepersepuluh
rumah rumah ini.

Shilla melongok ke kanan dan ke kiri. Di kanannya dalah rumah bernomor genap, smentara di kirinya rumah bernomor ganjil.

“105 B .. hmm ” gumamnya

97 B .. 99 B .. 101 B .. 103 B .. 105 B ..

Sebuah pagar hitam menjulang di atasnya. Tinggi sekali. Hampir 10 meter, setinggi pohon pinang tertinggi yang biasa dipakai untuk lomba panjat di kampungnya saat 17 agustus-an. Yang hadiah utamanya sepeda motor.

Shilla ga norak norak banget. Dia tahu kalau di perumahan seperti ini pasti ada bel. Shilla celingak celinguk mencari bel. Di pojok pagar ga ada. Mungkinkah ada di tengah ? mungkin saja .. di Jakarta pasti banyak hal
ajaib ..

Shilla sedang mematung di tengah gerbang, karena melihat sebuah embosan yang cukup familiar. Dimana ya ia pernah melihat lambang itu ?

Tiba tiba gerbang itu membuka dengan cepat, secara otomatis.

Ciiiiitttttttttt….. sebuah sedan hitam metalik yang melaju keras hampir saja menabrak Shilla yang kini mematung terdiam, shock.

Pintu sedan terbuka. Seorang cowok tinggi dan tampan berpakaian kemeja dan celana panjang Armani keluar.

“HEH ! KAMPUNG ! NGAPAIN LO DISITU ? MINTA MATI ?! JAUH JAUH SANA ! JANGAN NGOTORIN MOBIL GUE !”

Dengan bantingan keras, cowok itu menutup pintu mobilnya. Mungkin ada tangan gaib yang membantu Shilla, sehingga dia bisa melangkah miring ke pojok menjauhi sedan yang kini melaju dengan kecepatan tinggi.

Shilla membatu. Apa itu tadi ?

Seorang bibi tua yang memakai daster bunga bunga dan berwajah keibuan yang tadi menggeleng geleng melihat kejadian itu, kini memandangi Shilla. Dari atas sampai bawah.

Dia mendekati Shilla “kamu pasti pembantu baru kiriman nya Nur ya ?” kata si Bibi.

Shilla seperti baru di sadarkan dari tidur panjang. Ia menatap bibi itu sekarang, yang mulai menuntunnya masuk.

“kami sedang kekurangan pembantu untuk jamuan makan nanti malam.. untung kamu cepat datang .. lupakan saja kejadian tadi ..”

Shilla masih terbengong bengong.

“cilaka sekali kamu .. belum apa apa udah berurusan sama Den Rio yang sombong itu ..” kata si Bibi

Next Part >>

6 comments:

  1. kakak maaf ya aku baru sempet baca ni...
    alur yang kakak buat kayak novel beneran loh :)

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. janis, kok Love command (colongan part 35) sama Colongan LC 35 ga ada ya? padahal kalo aku liat di dasbor ada

    ReplyDelete
  4. Eh kak,, boleh izin repost ya,,, Plissss :D

    ReplyDelete
  5. @anggy : jangan ya ^^ sengaja dipindahin ke blog supaya ga bisa di copy hehehehe terimakasih :D

    ReplyDelete