Kejujuran. Kebenaran yang seringkali tak terkatakan. Karena kenyataan kadang tak seindah yang diharapkan. Merengkuh atau melepasnya adalah pilihan. Karena saat semuanya terbungkam, tak ada lagi yang bisa
dilakukan, selain mengungkap kepastian.
*
Shilla masih berusaha membaca alunan lagu dari ombak yang berkejaran di mata Rio. Dan ia tidak menemukannya. Kini, ia tertegun merasakan kehangatan asing yang menjalari
punggung tangannya.
Rio masih dengan nyalang menatapnya. Setiap helaan nafas berat yang ditiupkannya mengisyaratkan kata yang kian tak terbaca. Shilla berusaha menyibak tirai itu, namun tak ada yang didapatinya.
Apakah yang berusaha dicarinya dibalik kedua selaput jernih itu ?
Rio menghela nafas dan melepaskan genggaman tangannya. Tak ada guna. Gadis di hadapannya bahkan belum tahu apa yang bergemuruh di dadanya. Meskipun itu bukan salahnya juga. Karena membaca
hati tak semudah kelihatannya.
Rio merasakan pening hebat kian menyerangnya. Seakan akan ribuan jarum menusuki inci demi inci kepalanya. Rasa dingin perlahan menelusuri jejak demi jejak tubuhnya. Rasa dingin yang lebih parah
dari tiupan angin selatan paling ganas saat musim dingin paling mengerikan di
belahan dunia barat sana.
Suara ketukan di pintu membuat Shilla bergegas menghampiri dan membukanya. Ternyata pelayan yang membawakan pesanan Rio tadi dalam sebuah baki. Segelas air putih hangat, termos kecil, sebaskom air
es, handuk kompres, sebuah thermometer dan semangkuk sup ayam yang masih
mengepul.
Shilla membawa semua itu ke meja kecil di samping tempat tidur Rio, ia menarik bangku kecil dan meletakkannya pula tepat di pinggir tempat tidur.
Shilla mengukur tubuh Rio dengan thermometer. Betapa terkejutnya ia mendapati angka 39,3 derajat celcius disana. Parah, dia saja belum pernah demam setinggi ini.
Rio bergidik pelan saat Shilla menekankan kompres dingin ke dahinya yang terasa melepuh. Ulu hatinya terasa sakit. Rasa dingin merayap dari sela sela jari kakinya. Mau mati rasanya.
Shilla ketar ketir melihat Rio menggiggil hebat. Ia merapatkan selimut ke tubuh Rio.
“d-d-d-dingin ,,,” ucap Rio pelan, wajahnya memucat.
Shilla menghela nafas, ia meletakkan salah satu tangannya di pipi Rio. Tanpa sadar, Shilla mengusapnya pelan. Rio terdiam sejenak. Dalam sekejap,
seakan, karena usapan tangan Shilla tadi, angin dingin yang menyerangnya
secara ganas mulai menjinak. Tubuh dan hatinya sedikit menghangat.
Tanpa ragu, Rio meraih tangan Shilla yang menempel di pipinya. Ia mengapit jemari gadis itu dengan kedua belah telapak tangannya yang memanas.
“biar begini ..” desahnya teramat pelan, setengah tak sadar.
Shilla membiarkan tangannya berada dalam genggaman kedua tangan kokoh Rio. Secara samar, Shilla menggerakkan tangannya, menggenggam balik tangan lelaki rupawan di hadapannya.
Rio tersentak membaca gestur yang baru diberikan tangan Shilla. Sudahkah gadis ini mendapati isi hatinya ? mungkin ya, mungkin juga tidak. cukuplah. Ini sudah lebih dari cukup dari yang
diperlukannya sekarang. Ia membawa jemari gadis itu tepat di dadanya.
Artikanlah tiap getaran ini lebih gamblang .. isyarat Rio. Rasa berat mulai menggelayuti kedua pelupuk matanya yang kini mulai tertutup. Rio mendengkur pelan.
Shilla terkesima mendapati tangannya merasakan detak jantung Rio yang memburu. Entah pengaruh kondisi badannya atau hal lain. Shilla menghela nafas. Seiring semakin
terlelapnya Rio, genggaman tangan lelaki muda
itu pun mengendur.
Shilla menarik dan tanpa sadar, mengelus tangannya sendiri. Masih ada kehangatan itu disana dan sedikit .. bertanda di hatinya. Shilla menyibak beberapa helai rambut yang jatuh menutupi kening Rio. Sebuah perasaan aneh merambatinya saat melihat Rio tertidur dengan hela nafas satu-satu.
Lelaki ini … seperti ini … karenanya .. untuknya .. buat apa ? tak terketukkah hatinya ?
“sil – a ..” Rio menggumam pelan secara tak sadar.
Dan Shilla kembali menatapi sosok itu. Ada getaran aneh yang merayap di hatinya. Apa itu ? apakah ia sudah tahu ? tapi berusaha pura pura tidak tahu ? cukup beranikah ia jujur pada perasaanya sendiri ?
*
Rio tertidur tidak begitu lama. Pagi pagi buta ia terbangun dan agak terkejut mendapati seorang gadis manis tertidur dalam posisi duduk di sebelahnya. Kedua gadis itu terlipat rapi, menopang
kepalanya yang terkulai miring di atas tempat tidur.
Rio mengulurkan tangan dan menjawil pipi Shilla. Ia tidak tahan untuk tidak melakukannya. Keadaannya sudah membaik. Jelas sudah tidak sepusing kemarin. Ia mengecek sendiri dahinya, sudah tidak
begitu panas. Baguslah. Penyakit memang tidak pernah lama menghinggapi
tubuhnya, jadi, tak perlu lama lama mencemaskannya.
Rio mengelus pelan puncak kepala Shilla, dan bergumam kecil “makasih ya ..” ujarnya sambil tersenyum.
Secara perlahan, Rio bangun. Ia melewati Shilla, berusaha tidak membangunkan gadis itu. Tidak tahu kenapa ia merasa membutuhkan udara segar. Ia memutuskan menuju balkon kamarnya.
Waktu menunjukkan kurang lebih pukul tiga pagi. Langit masih berwarna biru kehitaman dengan butir butir bintang yang tersisa. Rio mendesah pelan, menatapi halaman samping yang adalah pemandangan yang bisa didapatnya dari
balkon kamarnya.
Rio mengelus pipinya perlahan. Kemarin malam, gadis itu mengelus pipinya. Ha ha ha. Gabriel saja mungkin belum pernah. Rio terkekeh sendiri. Ah indahnya
dunia .. pikirnya .. gapapa juga sering sering sakit asal dapet elusan tiap
hari.
Terdegar grasa grusu pelan dari pintu kaca di belakangnya. Rio tersenyum kecil mendapati Shilla dengan mata mengantuk tapi kini membelalak yang menatapinya.
“nyariin gue ?” Tanya Rio pelan sambil menggeser pintu kaca. Shilla mengangguk sambil sedikit manyun.
“khawatir ?” Tanya Rio senang, merasakan monster di dadanya hampir melonjak kegirangan.
Shilla mengangguk ga rela “bukannya kenapa napa,” kilahnya “saya kaget tuan tau tau ilang .. kalo diculik dedemit kan berabe jelasin ke polisinya ..”
Rio tersenyum kecil “yang intinya .. lo khawatir ..”
Shilla mencibir, mati matian mempertahankan alibi “soalnya kalo tuan tau tau ditemuin ga bernyawa, yang jadi saksi matanya saya .. kalo saya ga punya alesan yang pantes, nanti saya dipenjara ..”
Rio membalikkan badannya ke arah balkon sambil tersenyum senyum sendiri. Shilla kesal setengah mati melihatnya dan menegaskan “pokoknya saya ga khawatir ..”
Rio mengangkat alis “aduh ..” Rio berpura pura menjatuhkan tubuhnya sambil memegangi kepalanya.
“tuan !” secara reflek, Shilla bergegas maju dan menopang tubuh limbung Rio yang ternyata kelewat besar dari tubuhnya. Hampir saja ia tertimpa, kalau Rio
tidak segera menhan tubuhnya sendiri dan menyambar pinggang Shilla.
Mata mereka berdua bertumbukan dengan desah nafas yang seirama. Dengan jarak hanya beberapa centi, Shilla bisa menghirup lagi aroma parfum Aigner bercampur harum maskulin alami Rio.
Dan lagi lagi, mata Rio menyambar, tepat di manik mata Shilla. Dalam dan gamblang. Berupaya mencairkan kode kode es itu lagi agar dapat tertebak oleh Shilla.
Shilla merasakan pipinya memanas. Tubuhnya menempel erat sekali dengan tubuh Rio.
“elo .. khawatir ..” kata Rio tegas, menangkap raut kecemasan yang jelas sarat di mata gadis dalam dekapannya.
Shilla menunduk, menyembunyikan jendela hatinya itu dari tatapan pencair tembaga milik Rio. Buru buru ia membenarkan posisinya. Sial, ia dikerjai lagi.
“s-s-saya keluar dulu ..”kata Shilla salah tingkah lalu memutuskan beranjak. Rio cuma tersenyum miring menatap kepergian Shilla seraya berucap dengan suara yang pasti sampai di telinga gadis itu.
“lo ga bakal bisa ngeboongin gue ..” kata Rio yakin sambil tersenyum memikat.
*
“brengsek …” rutuk Shilla kesal. Ia menggaruk garuk kepalanya dengan kesal. Kok bisa dia tertipu mahluk satu itu ?! eeeerrrrgh .. malu maluin aja .. mana pipinya pake merah merah segala .. bisa tambah ge-er
majikannya itu.
Shilla mengedarkan pandangan ke sekeliling kamarnya. Berusaha mencari pengalih perhatian agar otaknya tidak melulu memikirkan kejadian tadi. Matanya tertumbuk pada sebuah benda di meja kecilnya. Bungkusan
dari Gabriel.
Ia meraih bungkusan itu dan duduk di ranjangnya. Perlahan, ia membuka bungkusan coklatnya. Sebuah kotak terjatuh ke pangkuannya.
Ponsel ? untuk apa Gabriel memberinya ponsel ? ponselnya memang bukan ponsel model tercanggih seperti milik Rio –cuih- atau Ify, tapi ia tahu ponsel di pangkuannya ini cukup mahal.
Shilla membuka memo berisi pesan dari Gabriel. Intinya, ia memberikan ponsel ini agar Shilla bisa menghubunginya saat ada keperluan mendesak, apalagi soal Rio (Shilla mencibir).
Ponsel ini sudah dipasangi nomor abonemen yang tagihannya akan dibayar langsung
perbulan oleh Gabriel.
Wuih canggih juga .. padahal kan Gabriel nun jauh disana .. Shilla memutuskan mengaktifkan ponsel tersebut dan meng-sms sederet nomor telepon genggam internasional yang tertera disana sebagai nomor ponsel Gabriel.
Shilla mengucapkan terimakasih pada Gabriel yang begitu baiknya. Ah .. Gabriel ..pikirannya menerawang .. nampaknya majikannya satu itu dimana mana tetap menjadi malaikat penolong .. hatinya kembali berdesir pelan
..
*
Shilla masih berbunga bunga sehabis membuka bungkusan dari Gabriel. Maka, walaupun agak tidak sudi, ia mengiyakan perintah Bi Okky untuk mengantarkan sepatu pantofel sekolah Rio yang
super hitam mengilat ke kamar kunyuk satu itu.
Rio sendiri ynag membuka pintu. Ia tersenyum agak sumringah melihat objek permainannya yang sedang manyun memegangi sepatunya.
“masuk,” kata Rio
Shilla mendelik pelan “saya cuma mau anter sepatu ..”
Rio tersenyum remeh “dasar pembantu baru,” katanya “,kalo disini etikanya yang nganterin sepatu harus makein juga ..”
“hah ?” kata Shilla spontan. Si Rio ini bocah umur berapa sih .. sampai ga bisa pakai sepatu sendiri ..
Rio duduk di sebuah sofa empuk di kamarnya, ia menaruh kedua belah kakinya di atas bantalan yang tergeletak di lantai.
Shilla mendengus. Ih .. apaan banget coba. Dengan tampang super kecut, Shilla bersimpuh dan memakaikan satu persatu sepatu mahal keluaran asli Itali itu ke kaki Rio.
Rio tesenyum senyum. Senang sekali mengerjai gadis di hadapannya ini. Shilla tengah berniat untuk pergi dari kamar Rio saat Rio memerintah.
“heh .. lo berangkat sama gue ..”
Shilla membalikkan badan “tidak terima kasih ..”
“this is command, you know ? and as I am your majesty, you have to obey me ..” jelas Rio
Your majesty ? hell-o ? dia pikir dia siapa ? bangsawan Inggris ? Shilla memutar bola matanya kesal.
“just take the advantage , ok ? you don’t have to get pushed over by the peoples in the bus this morning ..” tukas Rio lagi.
Dalam hati Shilla berkata, lebih baik dia desek desekan di bus deh daripada bareng kucrut ini.
“gue tunggu lo di mobil, 5 menit lagi ..” kata Rio, berjalan mendahului Shilla meninggalkan kamarnya.
*
Rio mengenakan kacamata hitam Calvin Klein nya sebelum menstarter mobilnya. Ia tertawa dalam hati melihat Shilla manyun di sebelahnya.
“harusnya lo bersyukur .. banyak tau cewek yang mau ada di posisi lo sekarang ..” kata Rio pelan sambil melajukan jaguar, kendaraan yang dipilihnya pagi ini untuk menembus hiruk pikuk kota
jakarta di pagi
hari.
“ha ..” kata Shilla pelan .. sini deh siapa yang mau tukeran .. sekarang juga boleh .. batinnya.
Shilla merasakan ponsel barunya bergetar. Mungkin balasan dari Sivia. Ya, tadi pagi ia menemukan carikan kertas berisi nomor ponsel yang diberikan sohib karibnya di kampung dulu.
Rio memperhatikan Shilla yang masih agak memenceti ponselnya dengna penuh saying.
“hape siapa ?” tanyanya.
“saya …” jawab Shilla sejujurnya.
“dari siapa ?”
“tuan Gabriel ..” jawab Shilla singkat, ia sedang berkonsentrasi membalas pesan singkat yang ternyata benar dari Sivia.
Oh .. jadi isi bungkusan waktu itu ponsel .. batin Rio .. aaaaargh .. kesal juga dia melihat Shilla begitu hati hati mengelus ponsel pemberian Gabriel. Gabriel lagi … Gabriel lagi ..
Karena kesal, tanpa sadar, Rio melajukan mobilnya semakin cepat. Jarum spidometer bergerak naik dan naik. Huuuu .. lagi lagi Shilla harus merasakan ke-seenakudelan Rio
dalam membawa kendaraan.
Tak berapa lama, mereka sampai di tempat tujuan, Seasons High.
Rio mematikan mesin dan turun lebih dulu dari mobilnya. Ia memutari jaguarnya dan berdiri di depan pintu penumpang. Ia memajukan tubuhnya ke arah Shilla yang baru saja keluar. Ia mengurung Shilla
dengan kedua lengannya. Hingga gadis itu terpaksa menempelkan punggungnya ke
bodi jaguar.
“bilang apa ?” kata Rio.
Shilla memundurkan kepalanya, jengah. Mau bilang apa dia ? terima kasih ? sori saja, dia kan dipaksa ikut ..
“bilang apa ?” Tanya Rio lagi
Shilla menghela nafas “besok besok ga perlu repot repot anter saya, tuan ..” jawab Shilla nekat, mendorong tubuh Rio dan ngibrit.
Rio melotot menyaksikan gadis yang kabur itu “sial ..” katanya sambil menendang ban depan mobilnya, sehabis itu ia kesakitan sendiri karena ternyata si objek tendangan lebih tangguh dari kaki
malangnya.
Dari kejauhan, seseorang menyaksikan adegan itu tidak senang. Keke.
*
Hari ini pelajaran Olahraga. Shilla menghela nafas agak kesal. Kenapa pula Tuhan harus menciptakan mata pelajaran macam itu di muka bumi ?
Tapi untungnya, syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, Shilla sedang mendapat tamu periodiknya. Jadilah, ia punya alasan meminjam novel Percy Jackson yang keren banget itu dari perpustakaan dan bisa membacanya di dalam
kelas saat teman temannya yang lain sibuk menggulung gulung tubuh di gymnasium.
Ha ha.
Satu persatu siswa/I mulai meninggalkan kelas. Shilla memutuskan tidak meninggalkan kelas sama sekali dan berdadah dadah ria dengan Ify yang meringis kesal. Ketua OSIS satu itu paling malas kalau materi nya
senam lantai. Shilla mencibir pelan saat Rio
juga meninggalkan kelas. Tapi nampaknya majikannya itu tidak akan berolahraga.
Tau ah ..
Shilla tengah mengemil Chitato sambil membuka halaman demi halaman novel di hadapannya saat tiba tiba gebrakan di meja mengagetkannya.
Keke dan antek anteknya.
Shilla hanya mengangkat wajah sedikit lalu kembali mencomot Chitato dan menekuni bukunya.
“heh ! budek ya !” kata Keke ketus
Shilla mengangkat sebelah alis sementara matanya tak lepas dari barisan kata cerita fantasi itu.
Keke merebut novel dari hadapan Shilla. Shilla balik menggebrak meja. Aduh tolong ya .. Bu Zahra , penjaga perpus itu super galak .. bisa masuk daftar blacklist perpus dia kalau buku itu kenapa napa.
“gue mau ngomong sama elo !” bentak Keke.
Shilla merebut kembali novel yang sedang heboh ingin dituntaskannya itu. “ngomong ya ngomong aja ribet banget ..”
Dasar nenek sihir .. rutuk Shilla dalam hati.
“gue gasuka ga diperhatiin ..”
Shilla menutup bukunya dengan geram lalu memelototi Keke. Biar puas sekalian. “apa ?” tanyanya galak.
Keke sebenarnya agak jiper juga sih .. tapi kepalang tanggung ..
“lo ada hubungan apa sama Rio ?” Tanya Keke
“hah ? hubungan apa ? ga ada apa apa ..” jawab Shilla seadanya.
“bohong !” kata Keke
Shilla mendengus “ya terserah ga percaya ..” ia meraih ponsel barunya yang berdering. Pesan singkat lagi dari Sivia. Shilla sedang heboh membicarakan gosip teranyar yang diberitahukan Sivia. Kabarnya, Daud
punya pacar bule ! makanya dia ga mau ketinggalan berita.
Keke melotot kesal .. apa apaan sih cewek miskin ini !
Keke merebut ponsel yang sedang di utak atik Shilla.
“ck ah ..” Shilla berusaha merebut ponsel yang kini sudah teroper ke salah satu tangan antek Keke.
“jawab gue dulu, kampung !” kata Keke kesal “kok lo bisa berangkat bareng Rio ? pake jampi jampi apa lo ?”
Shilla mendelik kesal. Ga lucu ya mainannya barang pemberian Gabriel lagi.
“gue GA SUKA liat elo deket deket Rio ! asal lo tahu dia tuh cowok gue !” kata Keke frustasi.
Shilla menghela nafas kesal “ya silakan ambil Rio sana.. saya ga ada apa apa sama dia ! sekarang balikin hape saya !” kata Shilla kesal
Keke tersenyum remeh, kembali mengambil ponsel Shilla dari tangan dayangnya. “kok lo bisa punya ponsel begini ? nyolong ? ga heran sih tampang kayak lo ” kata Keke.
Shilla berusaha menggapai ponsel pemberian Gabriel yang kini dilempar lempar oleh Keke ke udara.
“uuuups …” kata Keke saat ia dengan sengaja melempar ponsel Shilla jauh jauh ke belakang. Shilla bengong, melihat ponsel barunya berputar dua kali di udara lalu membentur tembok, dengan sukses sentosa menjadi
pretelan.
Keke mencibir. menurutnya ini balasan setimpal untuk cewek kegatelan yang berusaha mengganggu hubungannya dengan Rio.
Shilla ternganga. Kemarahannya mencapai ubun ubun. Mau apa sih mahluk ini sama dirinya. Ia mencekal tangan Keke yang baru saja akan pergi.
“apa ?!” Keke melotot “lo mau minta ganti ?! gue beliin sama pabriknya sekalian !”
Shilla berusaha untuk tidak melayangkan telapak tangannya ke arah wajah cantik Keke yang kini merasa di atas angin. Gantinya, ia mencengkeran tangan Keke keras keras.
“makanya jangan usik Rio gue, cewek KEGATELAN!” seru Keke.
Shilla tidak tahan lagi dan akhirnya membiarkan tangannya melayang ke pipi Keke “sekarang SAYA YANG MAU NGOMONG SAMA ANDA ! saya ENGGAK PERNAH DEKETIN RIO ! saya bahkan MUAK DEKET DEKET DIA ! tolong JAGA OMONGAN
ANDA !”
Shilla keluar kelas dengan emosi menggelegak. Kenapa harus pemberian Gabriel lagi yang diusik. Bagian kecil yang tertinggal dari cowok itu. Namun sungguh, apa yang dikatakannya tentang Rio
adalah berdasarkan kepalanya yang mendidih, perwujudan dari ketidakjujurannya
pada perasaannya yang berkata lain, yang belum disadarinya. Betapa kagetnya
Shilla ketika melihat Rio berdiri kaku di
depan pintu kelas. Dari ekspresinya, jelas ia mendengarkan setiap kata yang
Shilla ucapkan.
Rio diam. Diam dan memicingkan mata ke arah Shilla. Otaknya memutar ucapan gadis di hadapannya tadi. Tatapan ini .. lebih mengerikan daripada kemarahan .. tatapan ini .. kekecewaan .. Rio tidak tahu sebegitu bencinya gadis ini pada dirinya .. apakah ekspektasinya selama ini terlalu tinggi ?
Dan Shilla pun bungkam, menatap kedua mata penuh badai itu .. merasakan deburan aneh di dadanya yang harus tersangkal oleh pernyataan tadi.
Rio membuang muka dan berjalan menjauh, berusaha menyangkal rasa sakit yang menusuk jantungnya. Ia memutuskan melupakan apa yang didengarnya dan apa yang selama ini dirasanya .. agar tak
ada yang perlu terpaksa merasa apa apa .. cukup sudah ..
Next Part >>
No comments:
Post a Comment