Friday, August 13, 2010

Love Command (Part 10)

Cinta. Hal yang dikecap rasa, namun tak teraba raga. Ia datang tak bersuara. Tanpa berita, ia ada. Merasuki sukma dan pandangan mata.

Sunyi, bukan berarti tak berbunyi. Hening, bukan berarti diam tak bergeming. Dengar suara kesunyian itu sejenak dan kau akan tahu sebuah rasa telah berarak. Secara perlahan, namun tak tertanggungkan. Karena cinta adalah hakiki. Sebuah misteri yang akan berganti sesuai perjalanan hati.

*
Rio mengeratkan pelukannya pada Shilla yang kian tersedu. Sebuah rasa menyakitkan seakan mengoyak lapis demi lapis hatinya, seiring isakan yang keluar dari mulut Shilla.

Sudahlah .. ucap Rio dalam hati. Ia mengelus kepala gadis dalam dekapannya. Jangan lagi buat hati masing masing kita sakit .. katanya pelan, masih dalam nurani.

Shilla tahu ini salah. Bodohnya ia menangis di hadapan bahkan di pelukan Rio. Dalam raung sendunya pun ia tersadar dan bertanya tanya mengapa Rio memeluknya ?

Rio memejamkan matanya dan bertanya tanya pula, ada pa dengan perasaannya ?

Alam seakan menjawab serta mengiringi sinema hati malam itu. Blaaaaaaass .. dalam sekejap titik demi titik air hujan turun. Rio baru menyadari bahwa anak bianglala mereka ada dalam posisi tertinggi.

Hujan .. Rio menengadah ke langit. Bianglala ini tidak mungkin lagi di operasikan. Benar saja .. petugas meminta maaf dengan sangat kepada para penumpang, karena bianglala terpaksa dihentikan dalam posisi itu. Berbahaya tetap mengoperasikan roda besar itu. Satu kesalahan kecil, maka bianglala akan tergelincir dan melemparkan penumpang entah ke mana, mungkin terapung apung di laut Jawa. Tidak, tidak perlu ada cuplikan adegan Final Destination malam itu.

Rio menghela nafas .. biarlah .. ujarnya .. biar ia semakin lama bisa mendekap gadis ini .. dan Rio pun tertegun disaksikan sang Alam, ini bukan dirinya .. dirinya yang biasa akan mengamuk jika ada kesalahan teknis besar semacam ini.

Gabriel benar, gadis ini mengubahnya perlahan dengan cara yang kasat mata. Ya Tuhan, kenapa pula hatinya ikut teriris mengingat nama Gabriel.

Hujan berteriak, meronta lebih keras dari biasa. Rio mulai merasakan percikan air membasahi punggungnya. Proteksi bianglala terbuka itu tidak bisa mengalahkan derasnya hujan. Rio membetulkan posisi blazernya yang sedari tadi tersampir di punggung Shilla. Ia menudungi blazer itu ke kepala Shilla.

Tangis Shilla mereda, bertolak belakang dengan air mata alam di atas sana. Ia letih, letih menangis. Letih menunggu hal hal yang kian tak pasti. Ayi. Gabriel. Semua pergi. Semua meninggalkannya dalam kebimbangan yang berarti. Shilla terisak pelan lagi. Berapa juta tahun lagi harus ditunggunya ?

Rio merapatkan tubuhnya. Kepala Shilla masih terbenam di dadanya. Dengar, Shilla .. batin Rio .. tolong dengar detak jantung yang berbunyi menyalahi aturan itu. Rio tidak dapat menahan perasaannya. Ia berteriak pada hujan yang menderu. Tampaknya ia telah jatuh cinta pada gadis dalam pelukannya.

*
Shilla menguap lebar lalu membuka mata dan berusaha bangun dari tidurnya. Astaga ... ia memegangi kepalanya .. pening sekali .. ia memutuskan merebahkan diri lagi.

Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengingat kejadian semalam. Yang diingatnya terakhiradalah bianglala, hujan dan .... pelukan Rio.

Ya ampun ... muka Shilla memerah .. semalam Ia menangis untuk Gabriel di pelukan Rio ?! Astaga ... mimipikah ? Ia tak merasa semua itu nyata .. mana mungkin Rio memeluknya ?

Shilla meraba dahinya dengan punggung tangan. Sedikit hangat. Pipinya lebih hangat dibanding dahinya, saat ini. Harum parfum Aigner Rio membekas di benaknya. Shilla menutupi mukanya dengan selimut. Apaan sih kok dia jadi malu malu begini ?

Cklek ... pintu terbuka ..

“Shillaaaaaaaaaaaa !” sesosok gadis manis melompat ke tempat tidurnya.

“ya ampun kalian ....” Shilla tertawa lalu bangun dari posisi tidurnya. Ia memegangi kepalanya dan duduk bersandar di kepala tempat tidur.

“kenapa lo ?” Deva mendekatinya dan duduk di ranjang sebelahnya. Ify pindah dan duduk di sebelah Shilla.

Shilla melirik ke arah jam dinding. Jam sepuluh ? Lama juga dia tidur.

“kok kalian bisa disini jam segini ? Bolos ?” tanya Shilla

“tentu tidaaaaak ..” jawab Deva “mana mungkin ketua OSIS bolos ..” ia melirik ke arah Ify.

Ify menjulurkan lidah lalu menoleh ke arah Shilla “guru guru rapat tauuuu .. jadi kita langsung kesini deh jenguk elo .. bingung aja kenapa elo ga masuk ..”

“oh .. aku keujanan ..” jawab Shilla seadanya.

Deva menatap Shilla menyelidik “kok Rio juga ga masuk ? Ujan ujanan berdua ?”

Harusnya jawabannya iya .. pikir Shilla jengah .. tapi dia cuma menggaruk bagian belakang telinganya.

Ify terlihat aneh, mungkin menyadari Shilla menyembunyikan sesuatu. Tapi dia cuma diam.

“oiya .. ransel aku ?” tanya Shilla mengalihkan suasana.

Ify tersenyum “ada di mobil Deva .. kemaren lo tinggal tinggal aja .. dasar ..”

“kan Rio nariknya tiba tiba ..” kata Shilla. Ya ampun .. tuh kan .. kenapa pipinya jadi terasa panas lagi ..

Deva berceletuk “aih .. Shilla pipinya merah .. kemana aja lo berdua ?” tanya Deva sambil beranjak ke arah Shilla.

“ke airport ..” kata Shilla setengah jujur.

“lo sakit apaan sih ?” tanya Deva seraya mengulurkan punggung tangannya ke dahi Shilla.
Ckleeek ... pintu kembali terbuka ..

Rio ternyata, kali ini dengan setelan berwarna biru laut. Sial .. Shilla kembali merasakan pipinya memanas. Rio terlihat tampan walau agak pucat.. aduh .. mungkin ada saraf yang putus dari otak ke pipinya.

Rio terkejut mendapati ada Deva dan Ify di kamar Shilla. Ia memperhatikan tangan Deva yang menempel di dahi Shilla. Hatinya bergejolak aneh. Seakan ada monster di dalamnya yang siap mencakar muka Deva saat itu juga.

Stay cool .. kata Rio dalam hatinya sendiri

Ify menunduk sementara Deva masih terpaku, tangannya belum berpindah posisi.
Rio melempar sebuah bungkusan tepat ke pinggir ranjang Shilla. “dari Gabriel ..” katanya acuh lalu keluar.

Shilla menggigit bibir, hatinya terasa agak nyeri. Apa yang dia harapkan ? Rio menyentuh dahinya seperti yang Deva lakukan ?

Shilla menghela nafas pelan, semakin yakin kemarin malam hanya mimpi.

*
Rio kembali ke kamarnya dengan agak jengkel. Apa apaan sih cewek itu ? Kok mau saja dipegang pegang Deva ? Meski sebagian kecil hatinya membela Shilla, monster ego-nya mengalahkan suara kecil itu.

Aaaaaargh .. Rio mengacak ngacak rambutnya. Kenapa hatinya kacau karena pelayan itu sih ?!

Rio melirik meja panjang di kamarnya. Matanya tertumbuk pada sebuah benda. Botol bening itu. Mai. Hmm .. apakah dia akan melupakan Mai untuk gadis itu ?

Tidak usah ! Mai jauh lebih baik ! Monster ego nya berkata.

Jangan terlalu cepat menjawab, ikuti kata hatimu .. suara kecil itu menyahut.

Rio memejamkan mata. Berusaha merasakan dan mendengar suara hatinya. Ia melongok ke dalam ruang penuh misteri dalam dadanya itu. Ada senyum manis Mai disana yang perlahan memudar dan digantikan derai tawa gadis itu.

Tiba tiba rasa pening menyakitkan menyerang kepalanya ... Gatau ah gelap .. pikir Rio akhirnya lalu memutuskan merebahkan diri di ranjangnya.

*
Shilla diculik ! Bukan, bukan dalam arti sebenarnya. Shilla dengan sukarela diculik oleh kedua sohibnya, Ify dan Deva yang sudah meminta ijin sampai bersujud sujud kepada Bi Okky.

Hari ini, Ify berniat mampir ke butik desainer langganan maminya. Rencananya, Ify akan memesan gaun istimewa untuk pesta Sweet Seventeennya dua bulan lagi.

Vw antik Deva memasuki kawasan elit Jakarta Selatan, Kemang. Mereka berhenti tepat di depan sebuah bangunan dua lantai bergaya chic.

Mereka turun dan mulai memasuki kawasan gedung bernuansa merah-hitam itu, sambil mengobrol.

“udah tahu pake tema apa ya, Fy ?” tanya Shilla. Ify mengangguk , lalu tertawa dan menyikut Deva yang memutar bola matanya.

“dia nih ya ..” kata Deva sambil menjitak kepala Ify “pake pake tema Black and White Kingdom segala .. astaaaaaajim .. gue mau pake apa ? Jas berekor ?”

ify menjulurkan lidah lagi. Mereka kini sudah berada di dalam butik. Kesan chic kental terasa di dalam ruang depan butik itu. Sepasang sofa puff berwarna hitam dan merah berdiri bersebrangan dengan meja resepsionis.

Sementara Ify beranjak ke resepsionis, Shilla dan Deva memilih duduk di sofa puff. Mereka berdua masing masing mengambil majalah mode yang tersedia dan membolak baliknya. Majalah itu majalah mode Internasional. Wah .. keren juga .. pikir Shilla ketika melihat beberapa desainer kenamaan Indonesia disebut sebut majalah itu.

“alyssa ...” seorang lelaki kurus bergaya metroseksual, dengan meteran kain masih menggelantung di lehernya mendekati dan memeluk Ify.

“Ify ajaaa ..” kata Ify seakan mengingatkan , lalu mengisyaratkan Deva dan Shilla untuk turut menyapa lelaki yang agak gemulai itu.

“Deva ..” Deva menjabat tangan lelaki yang kini tengah berkedip secara samar pada dirinya.

Shilla berusaha menahan tawanya yang akan menyembur “saya Shilla, pak ..” kali ini giliran Shilla memperkenalkan diri.

Lelaki itu mendelik “pak pak ! Emang eke bapak bapak .. cukup Mas .. Mas Dipta .. Sandi Sasongko Pradipta ..”

oh ... Shila mengenali nama yang disebutkan lelaki itu. Ini salah satu desainer yang disebut sebut di majalah tadi dan kerap dibicarakan teman teman sekelasnya yang berduit. Mau bertemu dengannya saja harus membuat appointment minimal tiga bulan sebelumnya, hebat juga Ify bisa bertemu secepat ini.

Gemulai tapi jenius luar biasa, dalam bidang yang ditekuninya. Ide ide inovatif mendobraknya yang membuatnya kian dicari cari. Baru baru ini, dari yang Shilla dengar, lelaki di hadapannya ini baru saja menuntaskan sebuah pagelaran busana 'Living Through Indonesia' yang mengangkat tenunan kayu doyo Suku Dayak Banuaq, kain manik manik khas suku Asmat Papua serta tenunan Lombok.

Venuenya tak lain tak bukan adalah Museum Tekstil. Menurut Dipta, itulah salah satunya tempat yang cocok untuk pagelarannya. Tidak di ballroom hotel kelas atas seperti yang kerap dipilih rekan sejawatnya.

Mas Dipta membawa mereka ke memasuki butik. Ke dalam ruangan tempat digantungnya baju baju yang berbahan dasar kain tradisional. Beberapa heels cantik bercorak batik nan mewah pun berdiri anggun di meja pajang kaca.

Merema naik ke lantai dua, memasuki ruang kerja pribadi Mas Dipta, yang ditempeli berbagai sketsa masterpiece nya dan dihiasi kain kain tradisional yang tertata artisitk di tiap sudut ruangan.

“nah ..” Mas Dipta membawa mereka duduk di hadapan meja kerjanya “jadi Ify mau konsep rancangan seperti apa ? Kemarin mamimu hanya menjelaskan garis besarnya saja lewat telepon ..”

Sementara Ify berbicara, Shilla asik memperhatikan dari jauh pigura pigura foto yang menempel di dinding. Sandi S. Pradipta dengan kain kain tradisional dan suku asli yang memilikinya. Keren.

“good point ...”

Shilla kembali menoleh ke arah lelaki yang kini dengan tekun menggambar sketsa. Jemarinya menari tak henti di atas permukaan kertas.

“kita buat bajunya dengan rancangan ala Belle di Beauty and The Beast oke ? Bahu sabrina, bagian atas terpotong garis V datar dan rok megar dari pinggang hingga menutupi kaki .. kainnya .. songket warna pelangi pastel ? Bagaimana ?”

Ify cuma mengangguk.

Putri pelangi ... pikir Shilla .. pasti Ify akan cantik sekali .. hmm .. lalu apa yang akan dipakainya nanti ? Kain sarung dijahit megar ? Ha ..

perkataan Ify mengagetkan Shilla dari pikirannya “mas, tolong bikinin Shilla sekalian ya ?”

Shilla menoleh kaget ke arah Ify “ga usah, Fy ...”

Ify cuma tersenyum dan memegang tangannya. Sementara Mas Dipta kembali mencoret coret kertasnya.

*
Waktu menunjukkan pukul 7 malam saat Shilla kembali memasuki kamarnya. Bi Okky melotot pelan saat ia membuka pintu gerbang dan mendapati Shilla pulang terlalu sore.

Shilla merebahakan dirinya di atas kasur. Setelah dari butk mas Dipta tadi, Ify dan Deva kembali mengajaknya mengitari kota Jakarta. Memesan souvenir, invitation card dan beberapa pernak pernik pesta lainnya.

Invitation pesta Ify nanti berbentuk cupcake, terbuat dari Shilla-ga-tahu-apa yang tekstur dan aromanya sangat teramat mirip cupcake asli. Kalau Shilla ga tahu itu salah satu bentuk invitation card, pasti dia keburu meng-icip icip kue menggiurkan itu. Keterangan pestanya akan ditulis imut imut di kotak transparan berpita pembungkus 'cupcake' itu. Sebagai tanda masuk dan kupon doorprize, akan dicantolkan sebuah tag kecil yang ceritanya adalah price tag 'cupcake' tersebut.

Pestanya bakal keren banget .. pikir Shilla... diadakan di ballroom hotel bintang lima terkemuka di Jakarta pula. Coba kalau ulang tahunnya, mungkin diadakan di warteg dan invitationnya ditulis pakai meses di sebuah kue apem .. batin Shilla sarkatis.

Shilla melirik ke arah meja kecil di sebelah ranjangnya. Bungkusan -yang kata Rio- diberikan Gabriel itu. Kira kira apa ya isinya ?

Baru saja Shilla berniat membuka bungkusan itu saat tiba tiba sebuah ketukan terdengar dari pintunya. Heran .. kok hari ini banyak banget yang masuk kamarnya ..

Kepala ka Dea menyembul dari pintu “Shilla ... kata Bi Okky .. uhmm .. karena kamu dari tadi belum kerja .. tolong ke kamar tuan Rio dan tanyain dia kenapa .. daritadi ga turun turun ..”

“oh .. iya deh ..” kata Shilla agak berat .. ia menepuk nepuk pipinya sepeninggal ka Dea .. entar jangan memerah dan memansa segala ya , pipi .. normal normal aja oke ?

Shilla keluar, ternyata ka Dea masih di depan.

“kok kamu agak pucat, Shil ? Sakit ?” tanya ka Dea prihatin.

“ga kok, kak .. biasa aja ..” kata Shilla sambil tersenyum

“kirain .. kemarin kamu sampai dibopong tuan Rio ke kamar soalnya ..”

*
Pipi Shilla memanas lagi .. astaga .. Shilla menepuk nepuk pipinya tak sabaran .. baru ketemu pintu kamarnya aja kok udah malu begini ..

Kata kata ka Dea terngiang di otaknya .. jadi yang semalem itu bukan mimpi ? Hanya bagian bopong membopong saja yang tidak ada di otaknya.

Kok pintu mengerikan bergambar tengkorak yang seharusnya menyeramkan ini malah membuatnya malu malu sih ?

Tok tok ..

“masuuuuk ...” terdengar suara pelan dari dalam. Shilla menghirup nafas sekali dan mulai memasuki kamar.

Dimana Rio ? Pikirnya ... mahluk itu tidak kelihatan dimana mana .. padahal dia biasanya berseliweran di sekitar kamarnya ..

Sebuah gundukan selimut bergerak naik turun di atas tempat tidur king-size Rio. Err .. haruskah Shilla naik kesana ?

“tuan ..” kata Shilla agak takut, mendekati tempat tidur Rio. Rio menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tebal bergambar kartun animasi The Cars.

Rio membuka mata pelan dari bawah selimut. Ia tahu suara ini. Gadis itu. Kok jadi dia kepingin senyum senyum sendiri, padahal kepalanya masih agak pening.

“tuan ..” panggil Shilla lagi.

Rio membuka selimut yang menutupi bagian wajahnya. “hah ?” katanya lemah.

Pucet banget ... batin Shilla

“tuan sakit ?” tanya Shilla. Rio manggut sok imut lalu menunjuk dahinya dengan telunjuk tangan kanannya, mengisyaratkan dahinya ingin diperiksa.

Shilla meneguk ludah ... jangan blushing sekarang ya, pipikuuu .. ucapnya gemas .. Shilla menekan punggung tangannya ke dahi Rio.

Asiiiiiik .. batin Rio dalam hati sambil menambahkan batuk pelan agar sakitnya terlihat makin parah.

Lumayan panas .. kata Shilla dalam hati.

“pusing banget ..” ucap Rio pelan.

“errr .. di termometer dulu gimana , tuan? Kompres ? Mau air hangat ? Sup ayam ?” kata Shilla sekenanya .. biar aja .. kan ada chef disini .. mau minta apa aja juga bisa ..

Rio mengangguk lagi “semuanya .. gue pusing banget .. kayaknya gara gara kemarin keujanan ..” kata Rio sengaja.

Sial .. kok ngungkit begituan .. Shilla merutuki pipinya yang kian berubah warna.

Rio tersenyum dalam hati .. ya ampun .. pipi gadis ini .. hampir seranum tomat matang .. ingin sekali Rio menjawilnya.

“saya turun dulu ya ..” kata Shilla berniat kabur

“aduh ..” kata Rio memusing-musingkan kepalanya “lo disini aja .. itu mau mesen pake aisle-phone aja .. kan bisa ..” Rio menunjuk telepon di samping ranjangnya.

Shilla mencibir .. sengaja banget ini mah .. ia memencet extension dapur dan meminta tolong salah satu pelayan membawakan pesanan Rio.

“duduk disini ..” Rio menunjuk bagian ranjang tepat disampingnya. Shilla terpaksa menurut. Ia bisa merasakan hawa panas benar benar terpancar dari tubuh Rio. Rio berguling menatap Shilla yang memunggungginya, tidak melihatnya.

Rio menghela nafas berat .. sebegitu tidak sukanya kah gadis ini pada dirinya ? Apa lagi yang harus dilakukannya ? Berteriak di hadapannya ?

Tanpa Rio tahu bahwa Shilla sendiri pun berusaha menutupi perasaannya yang tak karuan ..

Tiba tiba rasa pening betulan menyerangnya lagi. Dunia seakan berputar di kepala Rio

“aduh ..” Rio memegangi kepalanya.

“aduh ..” Shilla ikut ikutan meng-aduh .. bingung mau berbuat apa .. “sa-saya panggil dokter aja gimana ?” Shilla berniat beranjak dari ranjang Rio.

Tepat saat tangan kokoh Rio mencekalnya “jangan .. gue hanya butuh elo .. disini ..”

Shilla memandang Rio dengan rasa aneh yang bergemuruh di dadanya, kehangatan tangan Rio menelisik kalbunya. Rio menatap kedua mata Shilla tajam, ia hanya ingin gadis itu tahu isi hatinya.

Shilla melihat ombak kecil berkejaran di mata Rio. Berusaha meraba apa yang tak terbaca.

Dengar suara kesunyian itu sejenak dan kau akan tahu sebuah rasa telah berarak. Secara perlahan, namun tak tertanggungkan.


jadi bagaimana kelanjutan malam itu ?

Next Part >>

3 comments: