Shock yang dialami Shilla karena bentakan cowok tampan tadi semakin menjadi jadi ketika si Bibi tua itu membawanya masuk melewati gerbang besar tadi. Dengan tatapan takjub, Shilla melirik ke arah kamera CCTV
yang berada di atas gerbang.
Sebuah air mancur besar berdiri megah di tengah halaman, di sebuah jalan setapak yang cukup lebar untuk tempat parkir mobil orang sekampungnya –diasumsikan, semua orang di kampungnya yang padat itu punya
mobil- . Di tingkat teratas air mancur itu terdapat sebuah ukiran besar dari
marmer, lambang yang sama dengan simbol di gerbang tadi. Di sisi kiri dan kanan
jalan setapak itu terhampar sebuah kebun luas. Masing masing luasnya hampir 4x
lipat dari luas kebun Mang Echa. Wiiiih, kalo nanem mangga disini bisa panen
berapa truk ya ?
Dan astaga .. ketika Shilla melemparkan pandangannya ke depan, sebuah rumah besar bertingkat 4 menjulang kokoh di hadapannya. Beranda depan rumah itu –yang luasnya 5x dari rumah kontrakannya- ditopang oleh pilar2 besar
yang terbuat dari marmer. Begitu pula lantainya. Lampu kristal menggantung
angkuh di langit langit beranda, menyempurnakan segalanya.
Ini rumah atau hotel ? pikir Shilla
“kita lewat garasi aja ya masuknya .. jangan lewat pintu depan ..” si Bibi menarik Shilla ke samping beranda, ke arah sebuah pintu kayu kecil yang bersebelahan tepat dengan pintu dorong yang cukup panjang.
Bibi tua itu membuka pintu kecil itu dan ternyata Shilla dibawa masuk ke dalam sebuah ….
Showroom mobil ?
Memang tidak begitu banyak .. kira kira ada 10 buah mobil mewah yang duduk manis di dalam garasi ‘kecil’ itu. Dari mulai si besar Alphard hingga si lincah Porsche. Shilla meneguk ludah. Mobil mobil ini hanya biasa
dilihatnya dari majalah otomotif kepunyaan pamannya Sivia, yang kerap
membawanya dari kota.
Ya ampun, Ini rumah macam apa sebenarnya ?
Si bibi membawa Shilla memasuki sebuah ruangan yang tersambung dengan garasi. Ternyata dapur. Beberapa perempuan yang memakai baju terusan berwarna hitam yang sama terlihat sangat sibuk. Memotong buncis,
merebus daging, memreteli jagung ada juga bebrapa yang sibuk mengobrol
–bergosip tampaknya-. Shilla mengangkat sebelah alisnya. Ternyata bukan hanya
di film film saja, pelayan dari sebuah rumah megah memakai seragam seperti ini.
Memang sih mereka tidak memakai baju pelayan yang berenda2 seperti di serial2 korea. Tapi kan
tetap saja seragam. Shilla bisa melihat sekilas di dada kanan baju terusan
hitam lengan pendek itu terdapat juga simbol yang sama, seperti yang terdapat
di gerbang dan air mancur.
Begitu melihat si Bibi masuk, beberapa pelayan yang kelihatan mengobrol langsung kembali ke pekerjaanya masing masing. Wah .. padahal si Bibi ini tidak memakai seragam seperti mereka. Mungkin dia yang di
tua kan.
“ehm ..” kata si Bibi memecah keheningan
Pelayan pelayan itu langsung menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan Bibi.
“ini teman baru kalian ..” Bibi menepuk pundak Shilla “namanya …” si Bibi menengok ke arah Shilla.
“Shilla ..” jawabnya otomatis.
Bibi mengangguk angguk “bantu dia dalam pekerjaannya .. ingat bahwa keluarga yang kalian layani selalu menginginkan yang terbaik ..kembalilah bekerja ..”
Para pelayan kembali sibuk, Bibi menuntun Shilla ke sebuah ruangan lain yang juga terkoneksi dengan dapur. Sebuah lorong panjang yang tanpak seperti bangsal rumah sakit. Bibi membuka salah
satu pintu. Shilla mengintip ke dalam. Sebuah kamar kecil berisi dua buah
ranjang, sebuah lemari, sebuah aisle-telephone dan sebuah meja rias kecil.
“ini kamar kamu .. mulai sekarang kamu tinggal disini .. “ kata si Bibi
“tapi ..” Shilla baru teringat tujuan awalnya kesini.
Bibi itu mengangkat alis “oya .. nama saya Okky .. semua orang disini memanggil saya Bibi Okky .. saya kepala rumah tangga bagian pelayan disini ..”
Bibi Okky melanjutkan “kamu punya waktu 30 menit .. bereskan barangmu .. ada pakaian pelayan baru di dalam lemari .. “
“tapi saya …”
Bibi Okky memandangnya bingung “kamu kesini dikirim sama Nur kan ?”
Shilla menggeleng “saya sebenernya ga ada niat jadi pelayan disini ..” jawabnya jujur
“kamu punya tempat tujuan di Jakarta ?” tanya Bibi Okky.
Shilla baru saja mau membuka mulutnya, mau menjelaskan tentang alamat rumah ini yang diberikan alm. Bundanya. Tapi akhirnya Shilla menggeleng.
“percaya sama saya ..” kata Bibi Okky “kamu bekerja di tempat terbaik di Jakarta .. apalagi kamu tidak punya tujuan tempat .. lagi pula kami sedang sangat
membutuhkan tenaga pembantu ..”
Akhirnya Shilla mengangguk, dan Bibi Okky pun meninggalkannya sendirian.
Shilla menaruh tas besarnya, lalu duduk di salah satu ranjang disitu. Ia menghela nafas, membuka dompet bututnya dan mengelus foto Bundanya.
“Bunda .. aku gatau mau kemana .. apa ini bantuan yang Tuhan berikan ? temani aku ya, Bunda ..”
Shilla memasukan kembali dompetnya ke dalam tas. Lalu merogoh saku celananya, mengambil bros peraknya. Ia menggenggam bros itu kuat kuat.
“Ayi .. bantu aku juga ..” katanya pelan.
Shilla mengecup bros itu lalu memandanginya.
Apa ?!
Shilla tersadar. Bergegas, ia membuka lemari di samping ranjangnya. Baju pelayan hitam itu. Shilla memandangi simbol yang terembos di dada kanan baju terusan itu. Ia memandangi bros di tangannya. Simbol. Yang.
Sama. Persis.
Bagaimana ia bisa tidak sadar saat melihat lambang yang sejak tadi dilihatnya di depan gerbang ? padahal, ia sudah memandangi lambang itu selama 10 tahun ..
Jadi ? mungkinkah Ayi ada disini ?!
*****
“Tuan Muda Rio pulang ..” seorang pelayan mengabarkan berita itu kepada seisi dapur. Shilla yang sedang membantu seorang pelayan memotongi buncis memandangi perubahan yang terjadi di hadapannya.
Seperti sangat terlatih, beberapa pelayan langsung bergerak ke lemari dapur di pojok, membuatkan secangkir kopi, beberapa lainnya membuatkan teh dan sirup, beberapa lagi mengeluarkan soft drink kalengan mahal
dari kulkas besar.
Semua minuman itu ditaruh di sebuah baki besar berwarna hitam yang juga terembos dengan lambang yang sama. Apa maksudnya ? masa si ‘Tuan Muda’ itu akan meminum semua minuman di baki ? atau ‘Tuan Muda’ akan
memilih sendiri satu minuman dari sekian banyak minuman itu ?
Baki itu terlalu panjang untuk di bawa satu orang pelayan saja. Shilla akhirnya ditunjuk oleh si Bibi –yang kini sudah memakai seragam terusan yang sama- untuk ikut membawa baki itu.
Shilla merasa takut. Bagaimana kalau si ‘Tuan Muda’ itu mengenali Shilla, yang tadi menghadang jalan mobilnya.
Rio, masih dengan setelan kemeja dan celana panjang Armani nya duduk di sebuah sofa di ruang tamu –yang luasnya hampir sama seperti beranda depan tadi-. Kaki kanannya diangkat diatas kaki
kirinya.
Ia memelototi Shilla dan pelayan satunya, yang meletakkan baki itu di meja kaca panjang di hadapan nya.
“lama ..” katanya ketus
Pelayan satunya menunduk dan berkata “maaf, Tuan ..”
Shilla yang masih belum tau apa apa, dengan terbata bata mengikuti gerakan pelayan satunya.
Rio melihat gerakan canggung Shilla, ia mengangkat sebelah alisnya.
“pergi ..” katanya
Pelayan satunya membungkuk –Shilla kembali mengikutinya dengan canggung- dan beranjak keluar dari ruang tamu.
“kamu .. yang baru .. tetep disini ..” kata Rio, sambil meneguk green tea kaleng dengan angkuhnya.
Shilla menghela nafas lalu membalikan badannya.
Rio, yang sangat tampan, memandangi Shilla “kamu pelayan baru ?”
Shilla mengangguk.
Rio meneguk lagi green tea nya “yang tadi siang mau cari mati ?”
Shilla diam, bingung mau menjawab apa.
“jawab kalo ditanya ..” kata Rio keras
Shilla mengangguk pasrah “iya ..”
“umur berapa ?” tanya Rio
Shilla menjawab pelan “16 ..”
“berapa ? ga kedengeran ..”
“16 ..” jawab Shilla sedikit keras “tuan ..” tambahnya sedikir canggung.
Rio mengangguk angguk –dalam hati ingin sekali Shilla menempeleng cowok nyolotin ini- “sama kayak gue toh ..”
Hah ? ‘Tuan Muda’ ini juga bru 16 tahun ? pikir Shilla
“yaudah deh pergi sana .. males lama lama ngeliatinnya ..” kata Rio.
Shilla membungkuk sedikit lalu dengan dongkol –dalam hati tentunya- ia melangkah kembali ke dapur.
S-U-M-P-A-H ! Demi apa dia kerja di tempat kayak begini ? dan Demi apa Ayi ada di tempat kayak gini ? dia ga yakin ..
Seorang perempuan yang tampak sedikit lebih tua dari Shilla mengahmpirinya.
“halo aku Dea ..” katanya sambil tersenyum “kamu baru kerja ya ?”
Shilla mengangguk.
“begitulah memang kelakuan Tuan Muda kita ..” Dea memutar bola matanya lalu mulai menceritakan sepetik kisah pada Shilla
Tampan dan angkuh. Mario Stevano Aditya Haling. Anak kedua dari keluarga Haling, pemilik Haling corporation. Perusahaan multinasional yang bukan hanya ada di Indonesia,
tapi juga di beberapa negara Asia dan sedikit
negara Eropa. Bekerja dalam bidang penambangan minyak bumi, batubara serta
bidang ekspor-impor. Membuat keluarga Haling merupakan satu dari 5 keluarga
terkaya di Indonesia.
Bapak dan Ibu Haling kini menetap di Paris, berfokus pada perusahaan ekspor impor mereka disana yang sedang berkembang pesat pesatnya. Sementara anak pertama mereka, mengurusi perusahaan induk di Jakarta sambil mengambil S2 untuk gelar
master manajemen bisnis di universitas negeri nomor satu di Indonesia.
‘Tuan Muda’ Rio masih bersekolah di sebuah sekolah menengah atas tersohor di Jakarta. Mewarisi ketampanan Ayahnya , membuat hampir semua teman perempuan di
sekolahnya berlomba lomba mencari perhatiannya. Tuan Muda satu ini hampir tidak
punya teman dekat karena ketidakpercayaannya pada satu hal yang bernama Kasih.
Hampir tidak pernah bertemu kedua orangtuanya sejak berumur 10 tahun, membuatnya agak pahit menghadapi hidup. Bengal dan keras kepala setengah mati.
Embosan lambang keluarga Haling dimana mana membuat supremasi kekuasaan Rio seperti di cap ‘resmi’.
“oh ..” Shilla sedikit terpana mendengar penjelasan Dea, yang ternyata memang lebih tua 3 tahun darinya.
Pembicaraan itu harus terputus karena perintah dari Bibi Okky “Shilla, tolong bawakn handuk bersih ke kamar Tuan Muda .. di lantai 4 .. kedua dari kanan tangga ..”
Shilla menghela nafas berat lalu mengambil handuk dari tangan Bibi Okky, kenapa harus dirinya ?
Dea memberinya senyum menyemangati “ga usah takut kalo ga ada salah ..”
Bergegas, ia menuju lantai 4 dan mengetuk pintu jati hitam yang merupakan kamar si ‘Tuan Muda’.
Tidak terdengar jawaban, Shilla memutuskan untuk masuk.
Sebuah ruang tamu kecil lengkap dengan sofa dan tv plasma 42” yang menempel di dinding menyambutnya saat memasuki pintu. Kamar aslinya ada lagi di balik sebuah tirai.
“permisi ..” kata Shilla
Sebuah suara menjawabnya “ya ..”
Loh ? kok suaranya beda ? pikir Shilla
Shilla menyibak tirai dan mendapati punggung gagah seorang cowok sedang duduk menatapi macbook. Bukan Rio sepertinya. Terima kasih Tuhan …
Cowok itu membalikan badannya. Tampan juga…. Pikir Shilla. Wajahnya hampir mirip tapi lebih ramah ketimbang Rio. Tapi ada yang membuat Shilla berpikir bahwa Rio
lebih tampan dibanding cowok satu ini.
Cowok itu tersenyum “oh .. nganterin handuk .. taruh disitu aja ya ..” dia menunjuk ke arah kasur.
Shilla mengangguk dan menaruh handuk di kasur yang ditunjuk.
“kamu pelayan baru ?” tanyanya.
Shilla mengangguk sopan.
“belum kenal saya ?”
Shilla meggeleng.
“saya Gabriel .. Gabriel Stevent Damanik Haling ..” jawabnya.
Oh .. kakak Rio yang disebut sebut Ka Dea itu rupanya ..
“udah ketemu adik saya ?” tanya Gabriel ramah.
Shilla tersenyum pelan dan miris.
“jangan dipikrin kalo dia ngomong kasar ..” kata Gabriel.sambil tertawa pelan
Shilla mengangguk lagi.
“kamu umur berapa ?”
Pertanyaan yang sama tapi terasa berbeda.
“16, tuan ..” jawabnya
Gabriel mengangguk angguk “masih sekolah ?”
“harusnya ..” jawab Shilla seadanya
Gabriel mengangguk angguk lagi “kalo gitu mulai besok kamu pergi ke sekolah yang sama kayak Rio ya ..”
Hah ?
Next Part >>
kak, seperti drama korea ya.
ReplyDeletemenurutku lebih ke boys before flowers, si Rio jadi kayak Gu Jun Pyo
heheh :)
trus ini kyknya pakai nama pesertanya icil y...
ReplyDeleteWah bgs ceritanya mirip bbf tp g terlalu
Hmpir mirip bbf/ccc1.. tp gk trlalu kok, cman masalah Rio & Iel nya aja yg mrip.. teruskan! ;)
ReplyDeleteHalo Nawar trm ksh sdh baca. BBF eps 20 memang yang jadi ide awal untuk cerita ini. Tp CCC1 ? Waduuuh lbh dulu cerita ini ada drpd sinetron itu ;;)
Delete