Friday, August 13, 2010

Love Command (Part 8)

Shilla menutup pintu kamar Gabriel perlahan. Saat itu waktu hampir menunjukan pukul delapan malam. Cukup lama Shilla mengobrol bersama Gabriel di dalam sana.

Shilla bergegas menuruni tangga untuk kembali ke kamarnya, saat tiba tiba ia berhenti dan menepuk jidatnya, oiya .. masih ada tugas dari Gabriel. Shilla memonyongkan bibirnya. Tugas yang lebih susah daripada memberi makan macan lagi.

Ia beranjak ke depan kamar Rio. Gambar tengkorak dan poster ‘ENTER WITH YOUR OWN RISK !” itu kembali menciutkan mentalnya. Padahal, isi kamar ini jauh lebih seram daripada depannya.

Oiya .. dia kan udah disuruh jauh jauh dan ga boleh masuk ke kamar ini lagi. Yah .. terus gimana nih ? pikir Shilla takut.

Haduuuuh ..

Shilla memberanikan diri dan mengetok pintu kamar Rio. Kalo dia ga boleh masuk, biar aja dia ketok ketok sampe orangnya buka pintu sendiri.

Tok .. tok ..

Rio sedang tidur tiduran di ranjangnya, kembali membuka buka majalah otomotif edisi terbaru yang dikirim Ayahnya dari Paris, ada mobil tipe terbaru yang ingin dibelinya. Belum ada di Indonesia. Dia harus jadi orang pertama yang memilikinya. Bodo amat urusan birokrasi bawa membawa kesininya ribet. Dia sih terima beres.

Tok .. tok ..

“masuk ..” teriak Rio, malas beranjak, ia sedang meneliti lagi spesifikasi mobil yang diingininya itu.

Tok .. tok ..

“masuk budek ! siapa sih ?!” teriaknya kesal

Tok .. tok .. ketukan pintu itu makin tidak sabar

“ck .. sampe ini salah satu babu, gue pecat nih ..” Rio menghentakan kakinya dan beranjak dari ranjangnya, lalu membuka pintu.

Astaga .. pelayan ini lagi ..

“udah gue suruh masuk juga .. budek lo, babu ?”

Cewek itu menghela nafas kesal .. air muka nya berkedut lucu .. aneh, Rio jadi ga bisa marah, tapi tetep aja dong dia jaga wibawa ..

“kan waktu itu tuan bilang saya ga boleh masuk sini lagi ..” kata Shilla

Rio mengangguk ngangguk “bagus kalo lo inget ..” padahal dianya sendiri lupa sih ..

“mau apa lo ?” Tanya Rio (sok) ketus.

“tuan dipanggil tuan Gabriel ..” kata Shilla

Rio mengernyitkan dahinya. Kok kayaknya pelayan satu ini deket banget sama Gabriel. Hmm .. enggak … dia ga cemburu kok .. ga level sama pelayan .. hanya penasaran ..

“ya udah ..” Rio menutup pintu, berniat ke toilet dulu.

Hah ? Shilla mematung di luar .. mau ke kamar Gabriel atau ga sih nih orang .. auk ah .. yang penting dia udah ngomong ..

*****

Rio tidak bisa tidur. Insomnia sialan itu kembali menyerangnya. Ngapain ya ? pikir Rio sambil menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal. Rio menghela nafas, ia melirik jam di sebelahnya. Hampir jam 12 malam tepat.

Ia memutuskan tidur tiduran di ranjang empuknya. Aduuuuh .. tetep aja ga bisaaaa .. Rio kembali duduk di ranjangnya. Sebuah pikiran terlintas di benaknya. Kejadian tadi sore. Gabriel menjelaskan soal keberangkatannya besok ke Paris.

Ck .. kenapa Gabriel harus pergi juga sih .. rumah sebesar ini lama lama bisa jadi kastil Frankenstein , saking sepinya .. pikir Rio getir.

Rio beranjak dari ranjangnya perlahan, manyun. Ia menuruni keempat tangga kecilnya lalu menuju meja panjang di kamarnya. Ia menatapi beberapa foto yang menghiasi meja itu. Tidak berapa banyak. Dia tidak memasang semuanya. Sebagian besar mengungsi ke kamar Gabriel.

Foto foto itu adalah foto dari perjalanan wisata ke luar negeri masa kecilnya yang begitu .. hmm .. bisakah dibilang indah ? .. mungkin iya untuk sebagian orang .. melihat Rio dan Gabriel kecil bersama orangtua mereka di tengah hamparan putihnya salju, di depan globe besar Universal Studios Amerika, bersama badut Mickey Mouse di Disneyland, di depan Colosseum dan foto di beberapa objek terkenal lainnya.

Tapi .. Rio perlahan memegang dadanya .. hambar sebenarnya..

Ia lebih mengingini foto foto ulang tahun masa kecilnya lah yang menghiasi meja itu. Disaat orangtuanya mencium kedua pipinya di depan sebuah kue tart besar .. atau saat mereka bersama sama bermain monopoli di ruang tamu berempat… tapi apakah pernah benar benar terjadi peristiwa ‘sehangat’ itu ?

Tidak ..

Mana bisa Ibu dan Bapak Haling yang super sibuk itu menemani ia dan gabriel bermain monopoli saat mereka kecil ? tidak ada waktu .. mereka mungkin lebih memilih ‘bermain’ saham asli .. Mana bisa pula kedua orang itu mencium pipinya saat ulang tahunnya ? mereka hadir saja sudah mustahil .. saat ia berulang tahun, mungkin kedua orangtuanya sedang berpesiar dalam rangka bisnis mengelilingi kepulauan Bahama, yang saat itu ia bahkan tak mengerti dimana ..

Pahit ..

Rio hampir saja menyepak majalah otomotif yang tergeletak sembarangan di lantai. Majalah yang tadi dibacanya. Perlahan Rio memungut majalah itu dan membukanya tepat di halaman mobil baru yang diingininya tadi.
Harga mobil itu masih USD ___________ (silakan diisi dengan asumsi kalian sendiri tentang harga termahal sebuah mobil). Rio tersenyum remeh. Harga segini .. cuma secuil jari Ayahnya…

Rio terbiasa hidup seperti ini dari kecil. Ia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Tinggal bilang dan voila .. semua muncul di hadapan matanya dalam sekejap. Tidak ada yang tidak bisa dibeli olehnya di dunia ini.

Aaaaaaaah .. parah .. Dia tidak pernah merasa sesepi ini… materi tidak bisa mengisi kekosongan hatinya.

Rio memperhatikan botol bening tanpa tutup berisi pasir dan kerang yang ada di meja panjang itu. Botol ini bukan hanya menyimpan pasir dan kerang, sebenarnya. Tapi … juga sejuta kenangan masa kecilnya .. bersama ..

Mai. Kemana teman kecilnya yang manis itu sekarang ?. tidak tahu .. Mai menghilang di hari kenaikan kelas mereka dari kelas satu ke kelas dua SD.

Mai itu .. cinta pertamanya .. kalau tidak ada Mai, tahukah dia tentang rasa sayang ? mana pernah ibu dan ayahnya mengajarkannya tentang itu ? yang Rio tahu, dia selalu ingin ada di samping Mai dulu .. ia merasa nyaman.

Rio tersenyum kecil, masih bisa mengingat hari indahnya di TK saat melamar Mai untuk menjadi pengantinnya. Mai yang belum mengerti hanya mengangguk dan menyanggupi.

Tidak ada yang bisa mengganti Mai di hatinya. Tidak pun Keke yang selalu mengejarnya. Hanya Mai.

Kesombongannya selama ini adalah pengejawantahan1 dari kepahitannya atas orangtuanya dan rasa sakitnya yang begitu pekat atas kehilangan Mai.

Aaaaaargh .. tidak taulah .. dia butuh menenangkan diri. Tidak di kamarnya. Rio pun bergegas ke bawah dan menuju halaman belakang.

*****

Shilla tidak bisa tidur. Insomnia sialan itu kembali menyerangnya. Ia menatap langit di atasnya. Hitam. Tak tampak satu pun bintang. Bulan hanya mengintip kecil dari sela kepekatan itu.

Shilla menggaruk pantatnya yang agak gatal. Semut kurang ajar. Pasti gatelnya itu kerjaan mahluk berkoloni tebesar itu deh. Ya, salah dia juga sih duduk di atas dahan pohon kayak gini.

Ya mau gimana lagi. Inilah yang selalu dilakukannya setiap tidak bisa tidur di kampung dulu. Bedanya, kini di bawahnya bukan rumah tetangga sebelah, karena dulu dahan pohon di halaman rumah kontrakannya menjulang hingga pagar pembatas rumah sebelahnya. Melainkan playground yang berisi kolam pasir, ayunan, jungkat jungkit dsb.

Shilla menghela nafas, kembali memikirkan hal yang membuatnya resah. Ayi. Dan Gabriel juga ..

Siapa Ayi itu ? apakah Gabriel ? atau Rio ? bagaimana dia bisa memastikannya sementara Gabriel akan pergi sebentar lagi ? bagaima …

“woi babu ..” teriakan keras itu menyadarkan lamunannya.

Shilla menengok ke bawah. Ngapain si ‘tuan muda’ disini ? bodo ah .. saat ini pikirannya lebih penting daripada meladeni mahluk sombong satu itu.

Rio memonyongkan bibirnya. Otaknya hampir segar lagi karena menemukan objek penyiksaan yang sedang nangkring di atas pohon di halaman belakang itu sekarang. Kok dia malah dikacangin ?

Rio memperhatikan Shilla yang sedang tertegun. Mikirin apaan sih dia ? mikirin Gabriel ? ampe segitunya ? ganggu aja ah ..

Rio mencari kerikil kecil yang ada disana, lalu menimpuk Shilla.

“adooooooh ..” Shilla melotot terkena lemparan batu Rio yang mengenai lututnya.

“ga bisa ya ga ganggu orang ?” kata Shilla kesal. Sebodo deh ini orang majikannya atau bukan. Lagian nyebelin …

Rio melotot. Berani amat sih ni pelayan .. mau gue pecat kali .. tapi ga ada objek lagi kalo dia gue pecat .. pikir Rio

“lo ngapain sih ?” tanya Rio

“mau nyari makan ..” jawab Shilla kesal

Rio sok sok menepuk jidatnya “aaaah .. iya juga .. gue lupa lo titisan kera ..”

Shilla melotot lalu memutuskan kembali mengacangi mahluk satu itu.

Rio mencibir. Ini orang susah amat ganggunya sih .. gue kan lagi butuh pengalihan pikiran .. pikir Rio
Perlahan, Rio memutari pohon yang dinaiki Shilla lalu mulai memanjat nya dari belakang posisi Shilla sekarang . Ga susah juga, ya .. ini kan mainannya waktu kecil. Ya ampun . udah berapa lama dia ga naik naik pohon kayak begini ?

Shilla mendengar suara berisik dari belakangnya. Betapa kagetnya dia, saat melihat Rio dengan fasihnya sudah ada di salah satu dahan pohon terdekat di belakangnya.

Gila .. kejadian langka .. ‘tuan muda’ model begini manjat pohon ? kenapa otaknya ? kebentur ?

Rio tersenyum miring sambil menaikan sebelah alisnya “jangan lo pikir gue ga bisa naek naek pohon kayak begini … keciiiiil ..” Rio menyombong lalu menjetikkan jarinya.

Shilla tidak tahan untuk tidak tertawa. Ga tahu karena otaknya korslet atau apa, dia jadi tidak bisa berhenti tertawa. Sementara Rio memelototinya

“jadi tuan titisan kera juga ?” Tanya Shilla tidak tahan

Rio mencibir “enak aja lo … minta gue pecat ya ?!”

Shilla menggeleng geleng sambil tertawa.

Rio entah kenapa tersenyum sendiri melihat Shilla tertawa. Ada apa dengan otaknya ? saking kacaunya dia sampai memanjat pohon dan menemani pelayan ini di atas sini ?

Shilla terdiam. Kejadian aneh… Ini mimpi atau bukan ? kok dia bisa berada di atas pohon bersama majikannya yang sombong itu ? random. Mana mungkin juga ini mimpi ? dia kan sedang insomnia .. atau mungkin dia sedang berada di dalam mimpi Rio ?

Tidak tahu lah .. pikiran Shilla kembali tertuju pada Gabriel dan kepergiannya. Ia kembali tertegun.

Rio melihat itu. Ia bisa menangkap kegalauan Shilla. Mungkinkah … cewek pelayan di hadapannya ini …. suka pada Gabriel ?

“elo … mikirin Gabriel ?” Tanya Rio

Tidak tahu kenapa, Shilla berpikir ia harus jujur. Ia mengangguk.

Rio menghela nafas pelan. Mungkin kepergiaan Gabriel bagi cewek ini seperti kepergian Mai baginya. Tapi … paling tidak .. cewek ini bakal tahu dimana Gabriel .. tidak seperti dirinya yang tidak tahu keberadaan Mai.

“lo tahu kan lo cuma pelayan ?” Tanya Rio

Shilla melemparkan pandangan kesal ke arah Rio “terus kenapa ?”

Shilla merecet “jadi pelayan bukan berarti ga bisa suka sama majikannya kan ? kalau rasa suka adalah rasa yang bisa diatur kehendaknya sendiri oleh manusia, saya juga ga mau suka sama tuan Gabriel .. karena saya tahu saya ga pantes .. saya tahu saya hanya pelayan .. tapi saya ga bisa mena ..”

Rio membekap mulut Shilla yang kini megap megap. “diem ..”

Rio melepaskan bekapannya, Shilla menghela nafas sambil menatap Rio sewot.

“gue tahu ..” kata Rio, Shilla mengernyitkan dahi.

“gue tahu rasa suka itu sesuatu yang ga bisa diatur atur .. gue juga ga nyalahin lo .. terserah elo lah .. yah walau gue ga yakin Gabriel punya rasa yang sama ..”

Kejujuran. Yang begitu menyakitkan .. dia tahu kok Gabriel ga mungkin menyukainya .. tapi kenapa Rio harus sejujur itu ..

Shilla menghela nafas.

“ga usah sedih ..” kata Rio “sedih sedih ga bakal ngerubah keadaan ..” Rio memutuskan meloncat turun dari pohon yang di dudukinya.

Ia beranjak pergi lalu tiba tiba ia menatap Shilla “jangan ceritain apa yang terjadi malam ini sama siapa siapa .. anggap aja otak gue lagi rusak ..” Rio pergi.

Shilla tertegun

*****

Kriiiiiiiiiiiing .. jam weker di kamar Shilla berdering ..

Shilla meloncat dari kasurnya, menatap si benda yang membangunkannya itu .. APA ?! jam enam lewat dua puluh ?! gila kali .. mampus .. gimana ini ?!

Shilla bergegas menyambar handuk dan seragamnya dan menuju kamar mandi. Pasti karena baru tidur jam dua subuh tadi pagi, dia jadi telat begini. Gimana ini ? mana sempet dia naik angkot dan bus lagi ?

Beberapa menit kemudian, Shilla sudah memakai seragamnya. Ia bergegas menyambar ranselnya. Dia berangkat sekolah tanpa menyisir rambut pagi ini.

“Shillaaaa ..” Gabriel memanggil Shilla saat cewek itu melewati ruang tamu untuk keluar.

Gabriel sedang duduk sambil membolak balik Koran, memakai setelan Executive yang sangat serasi di tubuhnya.

“iya tuan ?” tanyanya .. hatinya berdegup sedikit lebih kencang saat melihat Gabriel yang begitu tampan.

“kamu telat ?” Tanya Gabriel. Shilla mengangguk “kayaknya ..”

Gabriel tersenyum lalu berdiri dari sofa , mengambil kunci mobil di depannya “yuk saya anter ..”

“hah ?” Tanya Shilla spontan “ga usah ..”

Gabriel tersenyum “ayo ..” Gabriel menarik lengan Shilla ke halaman.

Sebuah sedan putih bertengger disitu. Dengan galantnya, Gabriel membukakan pintu penumpang untuk Shilla. Astaga .. Shilla tertegun .. mana pernah dia diperlakukan seperti ini ..

Shilla masuk ke dalam, Gabriel juga sudah masuk dan memasang seat beltnya. Shilla mengikuti Gabriel.
Gabriel tersenyum lalu melajukan mobilnya.

“hmmm …tuan Rio kemana ?”

Gabriel menoleh “oh .. dia ga masuk sekolah, males katanya .. nanti mau nganter saya ke bandara jam 12 an.. “

“oh ..” kata Shilla .. oiya tuan baik hati itu akan pergi hari ini..

“nanti kamu juga ikut aja ya ..” kata Gabriel “nanti saya suruh Rio jemput kamu di sekolah jam 11 an ..”

Shilla cuma diam, membiarkan Gabriel membawanya menerobos kemacetan Jakarta untuk sampai ke sekolahnya.

*****

“hah ? Gabriel mau ke Paris ? serius ?” tanya Deva ga percaya

Shilla mengangguk meyakinkan. Dengan cemas, ia melirik jam dinding kelasnya. Hampir jam 11. Rio menjemputnya ga ya ? ini kan … bakal jadi ajang terakhirnya melihat Gabriel sampai berbulan bulan ke depan.

“kamu kenal ya sama Gabriel ?” Tanya Shilla tiba tiba

Deva mengangguk “ya .. rata rata semua disini kenal lah .. apalagi kalo sering dateng ke pesta socialite ..”

Iya juga sih .. pikir Shilla dalam hati

“tampang lo kenapa sedih gitu sih ?” Tanya Ify curiga

Shilla tersenyum lemah.

“lo merasa kehilangan ?” Tanya Deva “elo … suka sama Gabriel ?”

Ya ampun .. sejelas itukah isi hatinya ? kemarin Rio tahu .. sekarang Deva juga nanya kayak begitu ..

Shilla menghela nafas “iya kayaknya ..” jawabnya pelan.

Ify dan Deva memasang tampang ‘turut berduka’ “yaaaah ..”

Shilla tersenyum kecil “ya udahlah .. dia ada disini pun, aku juga ga akan pernah berani ngungkapinnya ..” lagi pula aku masih ga bisa ngelupain Ayi .. Shilla menambahkan dalam hati.

Pelajaran Kimia saat itu kosong. Gurunya sedang ada acara lain yang tampaknya begiru urgent. Kelas XI IPA I sedang tidak begitu gaduh karena mereka ditinggalkan tugas kelompok.

Kreeeeek … pintu kelas terbuka. Mata anak anak sekelas menatap sosok Rio yang berdiri di depan pintu. Rio tidak memakai seragam. Ia memakai setelan abu abu yang sangat pas di tubuhnya.

Rio melangkah tegap ke arah meja Shilla. Shilla bengong.

Tanpa banyak kata, Rio menarik tangan Shilla keluar kelas. Dia masih memegangi tangan Shilla sambil memasuki lift hingga turun ke lapangan parkir, menuju sedan hitamnya yang biasa.

“masuk ..” perintahnya

Shilla mengernyitkan dahi bingung lalu menuruti kata kata Rio. Ia duduk dan memakai seat belt.

Rio melajukan mobilnya keluar dari lingkungan sekolah, menuju tol dalam kota menuju bandara.

Hening.

Aneh. Kemaren malem dia bisa ketawa ketawa melihat Rio memanjat pohon .. sekarang ? kok kayaknya mustahil .. jangan jangan yang kemarin mimpi lagi ..

Dia tiba tiba berpikir .. gimana kabar ranselnya ? Shilla memajukan bibirnya. Errrr ..

“tuan, boleh minjem ponsel ?” Tanya Shilla takut takut.

Rio memandangnya galak “engga … lo siapa ?!”

Shilla mencibir .. tuh kan .. balik lagi jadi herder ini orang ..

“mo ngapain ?” Rio penasaran juga

“ransel saya ..” kata Shilla “mau nitip ke Ify ..”

Rio tersenyum remeh “ransel murahan gitu .. ga bakal ada yang mau ngambil ..”

Shilla melotot pelan .. kurang ajar ..

Tidak berapa lama, mobil Rio memasuki lapangan parkir kawasan terminal dua bandara. Terminal untuk penerbangan internasional. Mereka turun, Shilla mengikuti Rio menuju Public Area penerbangan Air France.

Gabriel, masih dengan setelan Executive nya tadi pagi tersenyum melihat Rio dan Shilla. Tidak berapa lama lagi ia harus masuk untuk check in.

Gabriel langsung memeluk Rio. Erat erat. Adik semata wayangnya. Rio dengan canggung, menepuk pelan punggung kakak nya.

“jangan bikin masalah mulu lo .. kalo gue pulang lo harus berubah ya ..” pesan Gabriel

“berubah ? jadi apa ? ninja turtle ?” kata Rio

Gabriel tersenyum lalu membisiki Rio “lo bakal berubah karena cewek di sebelah lo itu ..”

Rio mengernyitkan dahi “gila lo ..”

“iya gue gila .. tapi kalo yang gue bilang ini terbukti suatu saat nanti … lo harus lari muterin bunderan H.I tengah malem ya ..”

Rio menggeleng geleng, kakaknya ini sudah sedeng.

Gabriel menjauhkan diri dari Rio, menatap Shilla. Ia tersenyum lalu menepuk puncak kepala Shilla. “inget yang saya bilang ya ..” kata Gabriel seraya melirik ke arah Rio.

Rio melotot .. ngomongin apa nih si Gabriel sama pelayan satu ini ?

“kalian berdua baik baik ya .. jangan berantem terus .. I have to go now .. see ya later ..” Gabriel melambaikan tiketnya dan menuju Security Check, meninggalkan kedua orang yang mewarnai hidupnya.

Shilla hampir meneteskan air matanya. Gabriel. Pergi. Apakah ini berarti ia kehilangan lagi ? walau dia belum yakin Gabriel itu Ayi .. tapi dia merasa … ini seperti kehilangan Ayi untuk kedua kalinya.

Rio menatap gadis di sebelahnya yang hampir menangis. “udah ga usah sedih .. dia bakal balik kok ..” kata Rio acuh, ia beranjak pergi.

Shilla mengikuti Rio perlahan menuju mobil, sambil meikirkan Ayi dan Gabriel .. Ayi dan Gabriel ... Ia masuk ke kursi penumpang sambil bengong.

Rio menatap Shilla yang kini hanya terdiam. Ga seru banget ni cewek .. kayak di film film aja ..

“hmm .. gimana kalo kita ke Dufan ?” ajak Rio

Hah ? Shilla ga salah denger ?

Next Part >>

No comments:

Post a Comment