Friday, August 13, 2010

Love Command (Part 12)

Well, cinta dan kejujuran. Harusnya adalah dua hal yang saling bertautan. Cinta tanpa kejujuran, takkan pernah terungkapkan. Terpendam tak terucapkan. Maka segalanya pun jadi runyam.


*


Perang dingin. Begitu biasa orang menyebutnya. Seperti yang terjadi antara Negara adidaya Amerika Serikat dan si Negara tirai besi, Rusia berbelas tahun lalu. Saling mendiamkan tak bertegur sapa, secara
gampangnya di definisikan. Begitu pulalah yang terjadi pada kedua tokoh utama
cerita ini, Rio dan Shilla.

Satu setengah bulan berlalu sejak kejadian di dalam kelas itu. Semenjak itu pula, percayalah kedua tokoh utama kita itu tak lagi bertegur sapa. Bahkan, Rio membuang muka begitu melihat
Shilla yang dulu begitu membuatnya berbunga.

Shilla pun tak mau bersusah payah mengajak Rio bicara. Ia merasa tak salah. Toh, ia mengatkan isi kepalanya –yang memang sedang mendidih- kala itu.. uuups .. isi kepala ? lalu dimana isi hatinya ? Shilla pun tak bisa jujur tentang perasaannya pada dirinya
sendiri. Jadi bagaimana pula ia mau jujur pada pembaca ?

Malah, dari yang Shilla perhatikan. Rio kian dekat dengan Keke. Ya, walaupun tindakan agresif-persuasif selalu digencarkan secara sepihak oleh Keke. Toh Rio tampak oke-oke saja. Jadilah,
sering sekali pemandangan Rio yang digelayuti
oleh Keke di pesta pesta socialite atau sekedar di koridor sekolah, adalah hal
biasa. Tak banyak orang bertanya, menurut mereka, Keke dan Rio
cocok cocok saja.

Namun terkadang, Shilla bisa menemukan tatapan kosong Rio yang agak mencemaskan. Seperti ada kehidupan yang tersedot dari tubuh tegapnya. Dan Shilla tak pernah berani mengusiknya. Berada dalam jarak 10 meter di dekat Rio saja sudah
membuatnya tidak nyaman. Ada
aura penolakan yang begitu kental terpancar dari lelaki itu.

Maka, dengan bijaksana Shilla berusaha menghindari kontak langsung dengan Rio. Bi Okky pun nampaknya menyadari hal itu, dan embantu dengan cara tidak membiarkan Shilla bertugas di
dekat Rio.

Akhir akhir ini, Shilla harus menyembunyikan dirinya baik baik. Hidupnya di kediaman keluarga Haling kian tak tenang. Karena, seiring meningkatnya grafik pendekatan Keke kepada Rio,
intensitas kunjungan gadis itu ke rumah keluarga Haling semakin sering.

Tak jarang, Shilla mendengar cibiran dari para pelayan atas perilaku Keke yang sepertinya baru menobatkan dirinya sendiri menjadi nona baru di keluarga Haling. Beruntung selama ini, Keke belum pernah sekalipun
mendapati Shilla.

Tidak juga hari ini. Shilla menghela nafas lega ketika melihat Honda city pink Keke meninggalkan halaman depan keluarga Haling. Hari ini adalah jadwal si nona dan tuan muda belajar bersama. Ha …

Dan dewi fortuna hanya mengiringi Shilla sampai detik itu saja. Detik berikutnya, dewi keberuntungan itu memutuskan hengkang darinya sejenak. Para pelayan sedang sibuk menyiapkan pesta socialite yang akan dihelat
di kediaman keluarga Haling besok, hanya Shilla yang lengang karena ia sedang
belajar –juga- untuk ujian akhir semester pertama besok.

Bi Okky memasuki kamar Shilla tanpa mengetuk terlebih dahulu. Kepalanya tersembul dari balik pintu “Shilla .. udah selesai belajarnya ?”

Shilla mengangkat kepalanya, baru saja ia menyelesaikan bab kelima yang menjadi bab penuntasan materi ulangannya besok.

“udah bi ..” jawabnya jujur.

Bi Okky mendesah berat “sebenarnya bibi ga mau ngasih tugas ini ke kamu .. tapi karena yang lain sibuk ..”

“kenapa, bi ?” Tanya Shilla

“kamu .. tolong ke kamar den Rio ya .. Tanya dia mau pake setelan yang mana besok .. supaya bisa di laundry ulang “

Shilla menghela nafas pelan lalu tersenyum “gapapa kok, bi .. biar aku tanyain ..”

Bi Okky yang tersentum kecil kini “ya udah nanti tolong bawa setelannya ke ruang laundry ya ..”

Shilla mengangguk kecil.


*


Shilla menatap pintu di depannya sambil menarik nafas untuk memantapkan hatinya. Hatinya yang mulai ketakutan dan bergetar hebat. Namun saying, otaknya, tidak sinkron dengan
hatinya. Otak bandelnya itu malah memutar ulang adegan menjatuhkan mental yang
pernah terjadi sebelum sebelumnya.

Saat Rio dengan dinginnya, menyerahkan ponsel baru kepadanya, yang katanya kiriman lagi dari Gabriel beberapa hari setelah insiden awal perang dingin itu. Saat Rio, dengan tatapan tak fokusnya, menjawab
pertanyaan soal menu makanan dengan sangat amat tak berintonasi.

Sesudah itu … blaaaaas .. Shilla tak lagi berani mengajak Rio bicara .. untuk apa jika jawaban sedingin es di antartika sana yang di dapatnya ? Shilla terkadang bisa merasakan sedikit bagian hatinya
nyeri. Nyeri yang aneh, yang biasanya langsung coba dihapusnya dengan
memikirkan Ayi atau Gabriel (yang ternyata malah membuatnya tambah sakit hati).

Rio di dalam sana, ternyata tengah berada di balkon. Menatapi halaman sampingnya yang gelap, suram dan sepi, sama seperti hatinya kini. Ia memejamkan mata, berusaha menyangkal
getar di dadanya. Mengingat seseorang dalam dekapannya satu setengah bulan
lalu, di tempat ini .. yang ah .. ternyata begitu membencinya.

Maka ia membentang jarak, sejauh mungkin. Agar ia atau siapapun tak perlu lagi merasa apa apa. Ia biarkan lengannya digelayuti oleh sosok lain, yang ia harap bisa mengaburkan bayangan gadis sebelumnya.

Bisakah ? nampaknya agak susah. Ia bersauh menjauh senidir. Kepayahan. Sementara saat gadis itu masih berada dalam jarak pandangnya, ia masih bisa merasakan kehangatan yang menjalari relungnya. Maka
ia memilih kembali mencoba memahitkan perasaaanya sendiri, mementahkannya
seiring waktu. Mungkin cara ini agak berhasil, karena ia kadang tak bisa lagi
merasakan ada roh di dalam tubuhnya.

Bahkan bayangan Mai tak begitu bisa lagi membuatnya tertawa. Biarlah ia berjuang sendiri. Tidak melambungkan harapannya terlalu tinggi seperti yang sudah sudah.

Ketukan pelan di pintu mengagetkannya. Ia malas beranjak dari balkon, sehingga ia hanya membiarkan suara datarnnya berkata “masuk ..”

“tuan ..” suara lirih itu mendekati Rio dari belakang. Rio tahu suara siapa ini. Suara yang dulu, selalu ada dalam mimpi mimpi dan fantasinya. Ia tidak membalikkan
badannya. Bisa gawat kalau tiba tiba ada dorongan yang kelewat besar utnuk
merengkuh gadis itu. Bisa-bisa ia tidak mau melepaskannya dan pertahanan
hatinya selama ini runtuh dalam sekejap mata.

Tahan, Rio .. serunya dalam hati sendiri

“kenapa ?” jawab Rio sedatar mungkin, ia tidak mau mencoba memasukkan emosi sekecil apapun dalam ucapannya.

“Bi Okky tanay besok tuan mau pakai setelan apa ?” kata Shilla to the point, ia bertanya agak ragu karena ada suasana yang begitu canggung disana.

“yang di tempat tidur ,” ucap Rio makin datar, sedingin laut baltik.

Shilla menghela nafas pelan memandangi punggung tegap di hadapannya, ia berbalik. Meninggalkan Rio bersama pikiran dan kesendiriannya di balkon.

Rio mengepalkan tangannya kuat kuat. Getir. Ia membalikkan badannya. Menangkap sosok gadis itu dengan ekor mata. Berusaha sekuat hati tak menghampiri dan mendekapnya.

Sungguh, ia sejujurnya rindu. Melihat tawa di mata itu. Senyum terpaksa dan bibir manyun yang membuatnya menahan tawa, selalu. Namun sayangnya, rasa itu harus kembali terbendung.

Rio membiarkan rindu itu kembali tenggelam di balik bunyi pintu yang berderit. Ia menghela nafas lagi. Berat.


*


2 minggu kemudian ..


Keke menatap sosok di sebelahnya dengan sedikit kesal. Ia mengeratkan tangannya yang sudah bergelayut manja di lengan Rio sejak tadi. Dan sejak tadi pula Rio tak
berkata sepatah katapun. Ia hanya memandang langit senja di luar yang mulai
memudar.

Keke menyandarkan kepalanya dibahu Rio. Membiarkan dirinya sendiri nyaman dengan posisi itu. Tanpa bertanya si empunya bahu suka atau tidak diperlakukan seperti itu.

Rio menatap langit melalui kaca jendela dalam diam. Dia tahu Keke lagi lagi seeenaknya bersandar sandar di tubuhnya. Ia tidak melakukan apapun. Menghela nafas pun tidak. Ia tidak
berkomentar apa apa.

Limosin milik Keke mulai membelah kemacetan petang di kota Jakarta. Hari ini mereka berdua akan menghadiri sebuah pesta ulang tahun dari teman seangkatan mereka, Ify. Keke sengaja membiarkan Rio
tidak membawa mobil sendiri. Ia dengan senang hati meminjamkan limosin dan
sopir pribadinya malam ini. Alasannya simple, ia hanya ingin menikmati waktu
berdua dengan Rio di bangku penumpang.

Keke merengut. Bukan ini yang diharapkannya. Bukan Rio yang INI. Bukan Rio yang bertingkah seperti Zombie. Yang kerjaaanya sehari hari Cuma diam, melamun dan ketika ditanya akan menjawab dengan datar dan tanpa
intonasi.

Rio tetap tampan seperti biasa. Dengan jas berekor hitam ala kerajaannya apalagi. Keke sungguh beruntung bisa mendapatkan Rio sebagai pasanagan malam ini.
Tapi, kemanakah senyum charming yang sejak dulu dimiliki lelaki itu ? atau
paling tidak , senyum angkuhnya yang memikat .. pergi kemana semua itu ?

Sejak dua bulan lalu, mereka mulai dekat –dalam pandangan Keke pastinya-, Keke tak lagi menjumpai senyum itu. Apa ada hubungannya dengan si cewek miskikn kurang ajar itu ? Keke sempat bertanya Tanya, namun sepertinya
tidak mungkin, sanggahnya sendiri.

Keke menatap ke arah kaca di sebelah kirinya, yang dengan sempurna merefleksikan bayangan dirinya. Ia tampak cantik dengan gaun bermodel kemben dan rok megar bernuansa hitam putih ala tahun 60-an yang dipesannya
langsung dari desainer ternama. Rambutnya ditata ala Milk Braid dengan paduan
make up yang sempurna. Apa lagi yang kurang dari dirinya ?

Keke meraih salah satu tombol di dekat jendela, membuka kaca yang menghubungkan atara kursi pengemudi dan kursi penumpang.

“iya nona ?” jawab si sopir saat menyadari nona besarnya memiliki keperluan.

“tolong pasang radio, saluran apa saja ..” kata Keke.

Keke memutuskan lebih baik mendengarkan cuap cuap penyiar atau lagu yang diputar. Biar terasa ada sedikit kehidupan disini .. pikirnya

Sang sopir memutar radio dan membiarkan speaker di bagian penumpang turut memperdengarkan saluran yang sama.


Sungguh mati aku tidak bisa meninggalkan dia ..

Walaupun kau dekap aku ..

Ampun aku bila kini yang terkuat hanya perih ..

Yang mungkin kan menghantui hidupmu hidupku ..


Rio menolehkan kepalanya ke arah Keke yang mulai menyandarkan kepalanya di bahunya lagi.

Keke mengangkat wajahnya, tersenyum kea rah wajah datar Rio yang menatapnya.

Rio merasakan lagu ini terlalu sesuai degan keadaannya. Dan ia tidak merasa nyaman dengan itu.

“gue gasuka lagunya,” kata Rio singkat.

Keke cemberut. Mengira Rio akan mengatakan sesuatu yang lebih … romantis ? ia hanya membuang muka dan melepaskan tangannya dari lengan Rio.


*


Shilla menatap sosok di depannya. Lelaki ini tinggi semampai, berkulit hitam manis. Ia tidak begitu tampan. Tapi ada sesuatu yang membuatnya akan mampu menatap wajah lelaki itu berlama lama. Intinya, wajahnya
enak dilihat. Apalagi matanya yang nampak berbinar.

Ify, yang berdiri di sebelah Shilla tersenyum manis “ini Patton .. sepupu gue .. dia seumur sama kita .. tapi SMA nya di Singapore International School .. yang deket sekolah kita juga loh,” jelas Ify.

“oh ..” kata Shilla.

“ini Shilla, ton .. cakep kan temen gue ? hahaha,” kata Ify yang telah memakai gaun istimewa buatan mas Dipta-nya. Rambutnya telah diombak dan ditata cantik dengan sebuah tiara (mahkota) besar. Membuatnya makin cocok menjadi
tokoh utama putri dalam dongeng.

Patton tersenyum manis. Sejenak, Shilla bisa menangkap kedipan kecil darinya. Bukan kedipan nakal, tapi kedipan bersahabat.

“jadi nanti lo bawa candle nya berdua ya … lo berdua lilin ke empat belas ..” jelas Ify.

Mereka bertiga sedang ada di dalam kamar hotel Ify di lantai sembilan. Dimana pesta ulang tahun gadis cantik itu akan diadakan di ballroom di lantai empat hotel yang sama.

“terus Deva ?” Tanya Shilla.

Ify mematut dirinya lagi di dalam kaca “dia bawa lilin kelima belas .. hehe .. sendiri, soalnya dia sahabat gue yang paling lama sih .. nanti lilin kelima belas bokap nyokap .. lilin ketujuh belas yang ada di
kue,” kata Ify lagi.

“oh ..” Shilla dan Patton berkata bersama. Lalu mereka berdua bertatapan dan tertawa.

Shilla tak pernah merasa setenang ini sejak masalah perang dingin yang belum tuntas itu. Kehadiran cowok di depannya seperti membawa sebuah atmosfir baru yang menghangatkan atmosfir dirinya sendiri.

“yaudah lo berdua turun duluan aja ke bawah .. gue kan dateng belakangan hehehe .. ada surprise soalnya gue datengnya,” kata ify.

“oke ..” kata mereka berdua lalu mulai melangkah keluar.

Patton membiarkan Shilla keluar dan menutup pintu kamar Ify.

“can I ?” Patton dengan galantnya, mengangsurkan lengannya yang tertekuk ke arah pinggang kepada Shilla, menawarkan gadis itu untuk menggamitnya.

“hah ?” kata Shilla bingung.

Patton hanya tersenyum “kayak di film film jadul gitu loh, Shil ..”

Shilla menatapi Patton yang tersenyum dengan binar di matanya “ga ngerti ..”

Patton tertawa kecil “gagal deh gue jadi cowok gentle ala film film .. ceweknya ga mudeng sih ..”

Shilla cma tersenyum, tetep ga ngerti.

Patton tersenyum, ia meraih tangan Shilla dan menggamitnya “gini loh ..”

Shilla menatapi tangannya yang kini tersampir di lengan Patton. Kapan terakhir ia berkontak langsung dengan laki laki dan merasakan debaran (Deva tidak masuk hitungan) seperti yang kini dirasanya ?

“loh kok bengong ?” Tanya Patton “ayo jalan ..”

Shilla menatap Patton dengan ragu, ia tersenyum kecil dan membiarkan Patton membimbingnya ke arah lift.


*


Shilla tertawa mendengar ucapan Patton yang sebenarnya tidak bermaksud melucu, ucapannya menjadi lucu sendiri karena ekspresi dan kepolosan Patton mengatakannya.

“makanya gue bingung kenapa gue bisa dimarahin coba ? kan gue jawab jujur kalo gue ga bisa ..” kata Patton seraya membawa Shilla memasuki ballroom yang kini telah di dekor apik dan cantik dengan berbagai ornament ala kerajaan.

Shilla dan Patton bahkan sampai berbisik bisik membicarakan salah satu penerima tamu yang mengenakan kostum penasihat kerajaan. Lengkap dengan wig keriting keriting.

Shilla menatap Patton yang tertawa lepas di sebelahnya. Cowok ini begitu hidup. Ia mengutarakan isi kepalanya tanpa ragu dan takut. Membiarkannya berjalan mengikuti waktu. Tidak peduli apa kata orang.

Shilla tertegun. Mungkin dia harus belajar untuk menjadi seperti Patton. Hey, sudah berapa lama ia tidak tertawa selepas ini ?

“ih .. bingung deh sama otak sepupu gue yang satu itu .. kok bisa sih bikin pesta sampe ada booth cupcake workshop ? emang pada mau kursus masak disini ?” Tanya Patton mengutarakan keheranannya.

Shilla tertawa lagi. Dan tawa itu kini terkonversi menjadi angin, yang mengantarkannya kepada sesosok tubuh lain yang baru saja memasuki ballroom.

Entah kenapa, begitu Rio memasuki ballroom –tentu dengan Keke yang menggelayutinya- otaknya langsung memerintahkan kepalanya untuk menleh ke kanan. Ke arah sosok yang baru saja
mengeluarkan tawa renyahnya.

Shilla ? pikirnya .. Rio tahu, dari Bi Okky, bahwa sejak pagi tadi Shilla sudah meminta izin untuk ikut ke hotel tempat Ify menginap. Namun yang membuatnya tidak percaya adalah Shilla
yang dilihatnya kini.

Shilla mengenakan model gaun yang hampir sama dengan Ify –bahu Sabrina, rok megar- namun dengan panjang rok yang hanya mencapai atas lutut. Kalau kain gaun Ify terbuat dari songket pelangi, maka gaun Shilla
terbuat dari songket hitam yang anggun. Shilla mengenakan stocking dan sarung
tangan transparan selengan berwarna hitam. Sebuah tiara yang lebih kecil
daripada milik Ify menghiasi rambutnya yg sudah diombak dan dikuncir satu
tinggi.

Rio tertegun. Gadis itu cantik sekali ..tapi ..

Rio merasakan ada deburan kehidupan yang bergerak di jantungnya. Seakan monster nya yang beberapa waktu ini tidur sudah terbangun lagi. Siapa lelaki yang ada di sebelah Shilla ? apa apaan pula
ia menggamit Shilla ? dan .. dan .. kenapa Shilla juga bisa manyun seperti saat
bersama dengannya ?

Keke baru saja akan mengajak Rio ke booth foto saat melihat mata Rio tertumbuk pada satu fokus. Keke memicingkan mata dan berusaha menangkap apa yang sedang Rio
perhatikan dengan seksama.

Cewek itu ? desisinya dalam hati. Cukup .. tegasnya .. ia menarik Rio kea rah booth yang ingin ditujunya.

Rio tersentak dan terpaksa mengikuti Keke yang menggamit dan menariknya paksa. Tidak membiarkan pandagannya hilang, ia tetap menatap tajam ke arah Shilla.

Shilla menoleh di fokus dan saat yang sama. Matanya menangkap kilatan di mata lelaki yang tampil tampan bak pergawan dalam balutan jas hitam berekor. Shilla membuang muka. Menyangkal getar yang membuatnya
tersiksa dan tak mampu di pecahkannya.

Rio tertegun, ia yakin sesaat tadi Shilla pun menangkap sorot matanya. Dan gadis itu ? membuang muka ?

Ia mendesah. Apa pula yang diharapkannya ? sudahlah Rio .. katanya sendiri .. mentahkan lagi perasaanmu itu ..

Shilla memejamkan matanya sejenak. Berusaha menetralisir perasaanya.

Patton menangkap sikap Shilla dan aura kecemasan yang tiba tiba timbul dari gadis di sebelahnya.

“kenapa, Shil ?” Tanya Patton

“hah ?” Shilla menoleh ke arah Patton yang tersenyum. “engga ..” jawabnya.

Patton tahu ada kebohongan dari mata gadis di sebelahnya. Tapi dia bukanlah cowok rese yang mau mengorek ngorek urusan orang.

“apapun yang lo rasain sekarang ..” kata Patton sambil menatap Shilla “nikmatin aja pestanya ..”

Shilla tersenyum “iya,” jawabnya menyanggupi.

Shilla mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Berusaha mematuhi saran Patton. Pesta Ify diadakan di ballroom paling besar yanga da di hotel berbintang lima
ini.

Di bagian paling depan adalah sebuah panggung megah dengan band set di bagian kanannya. Di depan panggung ada meja meja bukat berisikan kurang kebih 10 bangku yang tertata rapi hingga tengah ruangan.

Di samping paling pinggir barisan meja itu ada sebuah meja panjang berisi makanan prasmanan dari menu Indonesian, Chinese hingga Western yang dapat disantap saat waktu makan malam.

Di bagian belakang terdapat berbagai booth, mulai dari booth foto, cupcake workshop, fortune telling, goelali hingga tattoo yang dapat dikunjungi oleh para undangan. Tentu semua dikonsep dengan tema kerajaan.

Pukul tujuh tepat acara dimulai. Acara dibuka dengan parade gadis gadis yang memakai kostum ala Disney Princess. Mereka sempat menari dan memriahkan acara di atas panggung. Perlahan sebuah kegaduhan kecil
terdengar di luar.

Desahan “waw” terdengar begitu jelas mulai dari pintu hingga ke tempat Shilla dan Patton berdiri sekarang.

Ternyata sebuah kereta kencana berbentuk bulat dan berwarna pink yang dijalankan dengan mesin (ya iyalah kalo kuda ga mungkin ..) bergulir dari pintu utama hingga ke dalam ruangan. Nampaknya Ify ada di dalam sana.

“ini toh yang katanya surprise ..” kata Patton

Shilla menatap Patton yang sedang tersenyum, ia ikut tersenyum.

“kreatif juga sepupu gue ..” kata Patton.

“ih .. begitu aja kreatif .. norak kali ..” sahut suara ketus di belakang mereka.

Shilla dan Patton menoleh ke arah belakang mereka. Ternyata Keke dan Rio.

“ehm ..” Shilla bergerak tidak nyaman di tempatnya. Rio hanya memandanginya tanpa ekspresi, namun Shilla melihat jelas ia sempat mengangkat alis saat melihat tangan Shilla yang digamit oleh Patton.

Patton tersenyum melihat Keke dan Rio. Ya ampun .. jelas jelas Keke mencela sepupunya kok malah senyum .. pikir Shilla heran.

“halo .. Patton ..” kata Patton sambil mengulurkan tangannya ke arah Keke yang menggamit Rio. Kedua orang itu tidak ada satupun yang membalas uluran tangannya. Patton lagi
lagi hanya tersenyum.

Shilla mengangkat alis ke arah Keke dan Rio. Ia heran melihat Rio menatap Patton dengan tatapan yang penuh … dendam kesumat ?

Keke mengeratkan lengannya kepada Rio. Berusaha menegaskan kepada Shilla bahwa Rio miliknya.

Shilla cuma diam, walau nyeri itu kini datang lagi di hatinya.

Patton kini lagi lagi merasakan aura kecemasan pada Shilla. Ia dengan heran menatap Rio yang secara sembunyi menatap Shilla yang kini membuang muka.

Pasti ada sesuatu diantara mereka .. tebak Patton yakin.

“Shil .. lo candle kan ? yuk siap siap ..” tiba tiba Deva dating, menyelamatkan keadaan yang mencekam itu.

“eh elo Patton ya ? sepupunya Ify ? lo candle sama Shilla kan ? yuk siap siap di belakang ..” kata Deva lagi.

Shilla dan Patton bengong sejenak.

“yeh pada bengong .. eh kalian berdua pegangan tangan ya ? cieeeeee ..” kata Deva tidak bisa membaca suasana.

Rio mendelik ke arah Deva yang mengatakan kenyataan yang terjadi secablak itu. Tuh tuh kok monster di hatinya jadi pingin mencakar muka Patton sekarang ?

Deva akhirnya memisahkan Patton dan Shilla lalu merangkul mereka berdua di kiri dan kanannya “yuk .. eh ada Rio sama Keke .. kita duluan ya .. yuk daaa ..”

Keke mencibir “norak ..”

Rio melengos, ia butuh udara segar. “gue ke toilet sebentar ..”


*


Dansa-dansi. Memang acara yang ala kerajaan sekali. Tapi Shilla enggan untuk melangkahkan kakinya ke lantai dansa. Dimana lantai dansa itu adalah tempat meja meja bulat untuk makantadi yang sudah disingkirkan.
Kalau ia berdansa dipastikan akan ada keributan yang terjadi karena ada yang tersenggol
senggol atau terinjak injak.

Jadi lebih baik ia duduk bersedekap seperti sekarang ini, di bangku yang dijejerkan di samping lantai dansa. Menunggu Patton yang sedang mengambilkan cocktail untuknya.

“nih,” Patton mengangsurkan Collin glass berisi cocktail ke arahnya, lalu cowok itu duduk di sebelahnya.

“makasih ..” jawabnya.

“your welcome ..” jawab patton sambil tersenyum lagi.

“ga dansa ? lagunya bagus nih ..” kata Shilla mengenali lagu A Whole New World yang romantis banget.

“ga bisa gue .. nanti ada yang keinjek lagi hahaha lo engga ?”

“engga lah .. alesannya sama kayak kamu .. hahaha ..” kata Shilla, herqn juga menemukan banyak persamaan anatara diri mereka berdua yang baru saja bertemu. Sepanjang malam ini hampir ia habisakan bersama Patton. Karena
Deva juga suka hilang entah kemana.

Shilla menyeruput cocktailnya saat tiba tiba Ify yang agak berkeringat namun tetap cantik muncul di hadapan mereka.

“ton, lo harus dansa sama gue .. karena elo sepupu gue yang paling deket .. sini ..” kata Ify.

“ga deh, fy .. nanti lo keserimpet gara gara gue loh ..” kata Patton mewanti wanti.

“ih bodo siiih ..” kata Ify “yang ulang tahun ga boleh dibantah tahu .. you know the rules ..”

Patton mendesah lalu tersenyum “ayo deh .. tapi Shilla gimana ? masa di tinggal ?”

“ecieeee Patton mikirin Shilla loh ..” kata Ify menggoda

“gapapaaaaa taaauuuu ..” kata Shilla “sana dansa ..”

Patton tersenyum lalu mengikuti Ify ke lantai dansa. Ia mendesah pelan, melihat Keke yang dengan tidak canggungnya menyandarkan kepalanya di bahu Rio. Rio
melangkah seperti robot yang tahu dansa. Ia hanya menatap ke bawah, ke arah lantai
dengan pandangan kosong.

Shilla memalingkan muka, tepat saat Rio menoleh ke arahnya. Rio pun membuang pandangannya lagi ke arah lantai.

Shilla memejamkan matanya lagi. Kini, bukan lagi dirinya yang ada dalam dekapan Rio. Ada sosok lain yang ada dalam naungan tubuh tegapnya. Dalam harumnya. Bukan. Lagi. Dia.

Dia tidak bisa lagi menghirup udara yang ada di dalam atmosfir yang sama dengan Rio dan Keke. Maka, ia memutuskan beranjak keluar dari ballroom. Lalu menuju samping kiri, ada
sebuah balkon disana.

Balkon ini memanjang hingga ke samping ballroom. Sehingga, Shilla masih bisa melihat bagian dalam ballroom dari kaca jendela yang ada.

Hotel bintang lima yang dipilih Ify ada di bagian utara Jakarta, sehingga ada pemandangan laut yang bisa didapatnya dari balkon ini. Shilla menghirup
aroma asin menyegarkan yang menerpa hidungnya. Bagus .. ini bisa menormalkan
lagi otakn dan hatinya yang bergemuruh. Ia bergidik sedikit saat merasakan angin
dingin pada bahunya yang telanjang.

“ehm ..” Shilla mendengar suara itu dari arah belakangnya.

Rio. Sendirian.

Shilla menatap sosok tampan itu terpaku. Dengan angin yang berhembus, ia bisa mencium lagi aroma yang selama ini diam diam dirindukannya. Parfum Aigner dan harum maskulin alami Rio itu.

Shilla mendesah pelan. Kalau Rio mau disini biar dia yang pergi.

Rio terkejut mendapati sosok gadis itu di tempat ini. Tempatnya tadi menenangkan pikiran yang kini ingin dikunjunginya lagi. Gadis itu tadi menatapi laut. Apa yang dipikirkannya ?

Rio mendapati keraguan yang nampak jelas saat gadis itu mendapati sosoknya.

Gadis itu kini melangkah akan pergi. Rambutnya yang terkuncir tertiup angina, mengantarkannya menebas sedikit wajah Rio.

Dan Rio seperti tersadar dari ‘tidur panjang’ hatinya selama ini, dari usaha membohongi perasaannya sendiri selama ini. Ternyata, ia hanya ingin gadis itu di sisinya. Walau gadis it mungkin membencinya.

Maka, dengan dorongan kuat, Rio mencekal tangan gadis itu yang hampir saja menghilang lagi di balik pintu.

Shilla berbalik, menatapi tangannya yang kini digenggam oleh tangan kokoh Rio. Ia membawa matanya kea rah mata Rio. Dan ia menemukan ombak yang
sama. Ombak yang dulu ada. Bukan lagi kehampaan.

Sebuah lagu terdengar jelas dari arah ballroom. Menerobos jendela dan membuat keduanya terhanyut.

Rio melepaskan tangan Shilla. Gantinya, ia mengulurkan tangan kanannya ke arah Shilla. Mengajak gadis itu berdansa di balkon ini.


when I close my eyes,
I see me and you at the prom
We've both been waiting so long
For this day to come
Now that its here
Let's make it special

(I can't deny)
There's so many thoughts in my mind
The D.J.'s playing my favorite song
Ain't no chaperones
This could be the night of your dreams


Dan entah kenapa Shilla menyambut uluran tangan itu. Masih menatap Rio yang kembali seperti dulu. Rio meraih pinggangnya dan Shilla menyampirkan tangannya di bahu Rio.


Only if you give, give the first dance to me
Girl I promise I'll be gentle
I know we gotta do it slowly
If you give, give the first dance to me
I'm gonna' cherish every moment
'Cuz it only happens once, once in a lifetime


“gue ..” kata Rio “kangen sama elo ..”

Shilla terdiam, membiarkan dirinya terbawa ombak yang berkejaran di mata itu. Ia ada dalam dekapan lelaki ini lagi.

“kalo elo ?” Tanya Rio.

Shilla kembali mendapati keraguan di mata Rio. Ia diam. Bingung. Haruskah ia jujur ?


I couldn't ask for more
We're rocking back and forth
Under the disco ball
We're the only ones on the floor

(I can't deny)
There's so many thought in my mind
The D.J.'s playing my favorite song (favorite song)
Now we're all alone (all alone)
Here's the opportunity


……..


If you just give give the first dance to me
Girl I promise I'll be gentle
(i know)But we gotta do it slowly
If you give, give the first dance to me
(give the first dance baby)
I'm gonna' cherish every moment
Cuz it only happens once, once in a lifetime


Lagu berhenti dan Rio melepaskan pelukannya pada Shilla. Dengan debaran kencang yang masih ada di dadanya, Ia sempat berharap ada yang didapatinya. Ia sempat berharap gadis itu
menjawabnya. Tapi kini gadis itu kembali diam dan membuang muka, walau ia tidak
tahu karena apa. Seakan semua yang terjadi tadi hanyalah ilusi.

Rio mendesah. Ah .. rupanya ia benar benar terlalu berharap ..

“kalo gitu ..” kata Rio pelan, dengan perih, ia kembali mendatarkan suaranya “yang tadi lupain aja ..”

Rio tak banyak lagi berkata, ia melangkah pergi, menjauh. Membiarkan monsternya kembali tidur dan perasaannya mentah lagi. Cukup sudah ia membuat dirinya sakit hati sendiri.

Tunggu … teriak Shilla dalam hati .. karena aku belum mampu menjawabnya .. belum .. belum sekarang ..

Ia menatapi punggung itu menjauh. Dan tanpa sadar, sebuah air mata bergulir di pipinya. Tanpa dia tahu pula, ada dua sosok lain pula yang menatapi mereka semenjak tadi. Yang satu dengan penuh dendam dan satunya penuh
kebingungan.

Next Part >>

No comments:

Post a Comment